22 maret 2012

Tepat 2 hari setelah sebuah kejadian yang mengguncang batinku. Ya, 2 hari yang lalu, hampir saja kurenggut masa depan seorang anak. Dua hari yang lalu, 16.00 WIB, kecelakaan menimpaku dan anak itu. Benang merah kehidupan mempertemukan kami dengan cara yang tak biasa. Skenario tuhan tak pernah dapat kutebak. Dan yang tersisa kini adalah sebuah kenangan dan kedewasaan. semoga.

Hari itu, 20 maret 2012, matahari seakan lebih lambat bergerak dibanding biasanya. Angin bertiup kencang  menghela dedaunan yang meranggas dan berjatuhan di bumi. Langit berhiaskan kumpulan cumulonimbus tebal meski belumlah tetesan air membasahi. Hari bermula lebih lambat, karena hari itu adalah hari yang ditunggu-tunggu setiap inci badanku. Hari untuk beristirahat. Tak ada kuliah. Tak ada agenda organisasi. Dan tak lagi ada karya tulis yang menghantui 2 minggu belakangan. 

Tepat pukul 15.00 wib, badan yang puas bersandarkan nyamannya guling dan bantal ini mulai beranjak bangun meninggalkan pangkuan kasur. Terlupa sebuah hal, ternyata hari ini adalah jadwal latihan minisoccer liga medika 2012. 

Kemudian pukul 16.00 wib, dengan mata telah cukup terbuka, kupaksakan badan menempuh jalan. Dengan sebuah kendaraan pinjaman orang tua, dengan hati-hati kukeluarkan dari gerbang rumah kosan. Dipandu bapak kosan yang senantiasa memberhentikan kendaraan dari sisi jalan, mengangkat tanggannya bermaksud menghentikan kendaraan-kendaraan lain yang sedang melaju, dan mengayunkan tangannya yang lain mengisntruksikanku melajukan kendaraan juga mengambil jalan. Pelan-pelan, kulajukan, dan saat hampir seluruh tubuh mobil mendapatkan jalan tiba-tiba sebuah motor melaju kencang dari arah samping kiri. Selazimnya pengendara motor, saat memiliki sedikit celah, berusaha untuk push to the limit untuk memaksimalkan celah itu. Terkejut, langsung kuhentikan laju mobil yang memang sudah pelan itu. Namun apa hendak dikata, pengendara motor yang sedang melaju telah terlambat untuk memaksimalkan remnya, dan dengan sedikit mengelak, namun akhirnya terkena juga, menyerempet sedikit sisi kiri bemper mobil yang kukendarai. 

Lantas, pengendara dan penumpangnya yang malang terjatuh dan sedikit terlempar. Kemudian langsung kuselamatkan mereka, kubawa ke tempat aman, dan kuusahakan pertolongan pertama. Ya, aku tahu itu memar. Aku tahu kulit yang sedikit tersobek. Aku juga tahu gigi yang patah. Aku tahu seluruh penanganannya,  aku tahu teknik membersihkan luka, menjahit luka, debridement, dan menghentikan pendarahan. Tapi apa yang aku tidak ketahui adalah bagaimana caranya mendapat izin dari anak itu. Berbulan-bulan sudah aku belajar di Sebuah institusi yang megah dan ternama, namun itu semua tak berguna sore itu. Sebuah konflik batin berkecamuk dalam hatiku yang pilu, apa sebenarnya yang telah kupelajari selama ini ? Bemanfaatkah ?

Setelah beberapa lama, dia setuju akhirya untuk dibawa ke Puskesmas dan mendapatkan pelayanan medis. Namun dengan permintaan keluarganya, ia menginginkan dibawa ke sebuah rumah sakit swasta di Kawasan Jatinangor. 

Setelah mendapatkan beberapa perawatan medis, akhirnya ia pulang. Bapak penjaga kosan senantiasa menemaniku semenjak kecelakaan hingga kini. Ia menghubungi teman-temannya yang kiranya dapat membantuku. Bapak pemilik kosan juga telah mengetahui kejadian itu, dan menghubungiku serta senantiasa berniat membantu. 

Bapak penjaga kosan, adalah seorang lelaki yang tak cukup tinggi, tak juga cukup rendah. Sunda 100 persen asli, dan dengan kebaikan yang tak pernah kutemukan di perantauan ini sebelumnya. 

Dengan tenang, beliau terus menemani sembari menenangkanku. Sekilas, terbersit sebuah pemikiran dalam kepalaku, kenapa ia rela membantu ? Saudara bukan, anak bukan, bahkan kami hanya kenal baru beberapa bulan. Dan sebagai penghuni kosan, jelas kehadiranku amatlah tidak stabil. Siapa yang tahu aku akan tetap disana ? 

Saat itu, aku sebelumnya telah ditimpa musibah juga, kartu ATM yang selama ini menjadi penghubung dengan orang tua dikabarkan hilang. Dengan keterbatasan, keputusan membawa anak ini ke rumah sakit adalah keputusan yang nekat menurutku. Namun, sekali lagi, dengan hati seluas lautan, Bapak penjaga kosan meminjamkanku sejumlah uang untuk pegangan. 

Tak sampai disana, ia pun terus menemani hingga proses negosiasi yang berlangsung di rumah anak itu, setelah kami selesai di Rumah sakit. Hingga telah larut kami sampai kembali pada tempat kembali kami. 

Sesampainya di kamar, terus terpikirkan olehku kejadian beberapa saat lalu. Aku adalah orang yang bermimpikan ketegasan, mengidolakan keadilan, dan berlandaskan kebenaran. Puith selalu kukatakan putih. Dan hitam kukatakan hitam. Tak ada anu-abu dalam kamus kehidupanku. Untuk mencari kebenaran, aku rela berperang urat saraf dan beradu teriakan dengan siapapun. Salah adalah salah, benar adalah benar. Saat negosiasi berlangsung, sebuah paradoks muncul dalam kepalaku, dalam setiap kronologis yang  terpikirkan olehku, sudahlah jelas ini adalah salahnya. Sudahlah jelas, aku seharusnya mendapatkan maaf darinya, seorang anak muda kelas 2 SMA, yang seharusnya belum boleh mendapatkan SIM dan mengendarai kendaraan bermotor. Jiwa keadilan terus berkecamuk, ibarat gunung api yang menunggu erupsi. Dia salah, aku benar. Terus-menerus berulang, setan meneriakkan itu dalam hatiku.

Namun, teringat sebuah kata mutiara dari seorang ulama besar, yang berbunyi, 

"Hujjah dan argumentasi bisa saja membungkam lawan, tetapi belum tentu dapat memuaskan, bisa menjadikan orang terdiam,  tetapi belum tentu menjadikan hati dan pikiran mau mematuhinya. Perbedaan bisa menjadi tak berguna. Dialog dan diskusi hanya membuang tenaga dengan sia-sia. " - Sayyid Quthb

Ucapan ini mendiamkan amukan emosi, menentramkan hati, dan menjernihkan kemelut dalam diri. 

Kedewasaan adalah pilihan. Menjadi tua itu pasti, namun menjadi dewasa bergantung hati. 

Musibah, bukanlah azab. Musibah adalah pembelajaran bagi manusia untuk mengasah kesabaran dan kekuatan mental. Juga sebagai bentuk kasih sayang Allah pada hambaNya, agar tidak melupakan kedudukan seorang hamba dan tidak menyombongkan diri. Musibah sejatinya adalah batu asahan untuk menajamkan iman. Musibah adalah pengetahuan dan pengalaman. 

Kebahagiaan dan musibah ibarat 2 sisi mata uang. Mereka adalah kekasih sejati yang tak terpisahkan. Ibarat anak panah yang mengarah keatas pasti akan kembali kebawah. 

Kesenangan adalah kesedihan yang terbuka bekasnya
Tawa dan airmata datang dari sumber yang sama
Semakin dalam kesedihan menggoreskan luka ke dalam jiwa
Semakin mampu sang jiwa menampung kebahagiaan
 

Kamus besar Bahasa Indonesia mendefinisikan musibah dengan :

mu·si·bah n 1 kejadian (peristiwa) menyedihkan yg menimpa: dia mendapat -- yg beruntun, setelah ibunya meninggal, dia sendiri sakit sehingga harus dirawat di rumah sakit; 2 malapetaka; bencana: -- banjir itu datang dng tiba-tiba 

Namun, menurutku musibah adalah kejadian yang mendewasakan, pelatihan kesabaran, ujian keimanan dan rentetan mozaik kehidupan dalam susunan pengalaman seorang hamba yang akan dipertanggungjawabkan pada Tuhan. 

Ia mengejutkan, tak terduga, rawan untuk salah disikapi, dan ia teguran dari Tuhan.



Fajar Faisal Putra
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2010