Gunma, For Me. For You. And For Them


For Me.

Me is a subject words  that  used by someone to tell him/herself. Me means for the own person.

For myself, Gunma is Gate to the world. A gate to meet different people with different language, in different place and different culture.

Gunma exchange also a learning not only about medical faculty in Gunma, Japan, but also about the character of one of the Greatest Nation in Asia. The Sunrise Country. One of the most developed country in Asia, the King of Asia.

Japan often we knows as one of the biggest Otomotive Industry. Their product even have been enjoyed by Indonesian people in remote area, that even goverment can’t touch that area, but Japan’s Motorcycle, japan’s Motorboat, japan’s Car, japan’s electronic product and many other japan’s product have touch them.

Japan’s also known as one of the country that prioritize their education. When lost to Alliances in World War II, after Atomic Bomb explode in Hiroshima and Nagasaki, the first question comes from their Leader is, ”how many teachers are left ?”

Then, after their big loss, Japan immediatly revive. Since 1960 until 2004, they become giant in Industrial. And then in 2008, they become the number one in Industrial, beating United States of America.

Borrowing the statement of one of philoshoper, Paulo Freire, “Education actually is an instrument to Educate Humans, to Improve their Intellectual”. Japan sure have implement the education very well to educate their people.

“But, Indonesia also educate their people, isn’t it ?”

Yes. Comparably, our education system is similiar to Japans. They have 6 years Elementary School, 3 years Junior High School, 3 years Senior High school and even the same college system.

So, what is the difference ? Why japans succeed minimalize their unemployment while the unemployment in Indonesia always increase each year ?

The answer, from my opinion, is not about the system. It’s the people that running the system. The people that have achieve the top of civilization.

Japanese are famous of their attitude, their work ethic, and their good character are great difference for Indonesia. But it’s not impossible to be compete. Japan’s Medical Education and Medicine right now are leading and dominating all over Asian and the world.

As in Industrial Competition, their strategy in Medical Education is just the same. First, they use foreign machine. Then they unload that machine. And then they try to  construct the machine from the beginning. After they can do it, they aren’t stopping, they try to find weakness in the machine and overcome it. Then they develop and innovate their own machine. Easy to say but hard to do.

Every hard work need determination and spirit to never give up. It’s all back to the character. Character are what person made from. It can make someone keep standing even in the midst of storm. And character, also may make people bow.

I want to see their character. Then, if it’s good, I will make it my character.

For You, the second person subject words, that are for people around me. You, you, and you. I want to make use this character for our better community and environment. To overcome our problem. And if I may, I would very glad if my character being imitated by person around me.

For Them, the third person subject words, that are for people of my country. I want to share my experience, share my mind, and share my character. There is something wrong in our education system. We teach math, Physic, Chemical and many others to our kids but we don’t teach them attitude, ethic, value, and morale. Their mother and father isn’t there to show and teach them, so our kids search others to be imitated. Then they imitated bad movie scene, bad cartoon character, and bad community around them.

Then for My Beloved Medical Faculty, University of Padjadjaran, I want to see how they teach attitude in Gunma. Are they teach attitude and ethic just as same as our institution, 2 hours lecture a week and then Exam. Or they can do better.
For the better future doctor, that truly oriented in patient health. Not else.


Fajar Faisal Putra
Faculty of Medicine University of Padjadjaran Batch 2010

Tulisan ini diajukan sebagai Motivation Letter untuk Seleksi Pertukaran Pelajar Unpad-Gunma
Sekedar ingin berbagi, sebab laiknya Rasulullah SAW sabdakan, "sampaikanlah meski hanya satu ayat"

Sungguh diri tak lepas dari kekurangan, semoga dibalik itu semua, ada yg dapat diambil. Mari belajar dari penemu pupuk kandang, bahkan dari kotoran yang berbau tak sedap serta kotor, ada orang-orang yang berpikir cerdas memanfaatkannya.


Selalu Ada yang Disyukuri, Bagi yang Mau Mensyukuri

Alhamdulillah, setelah tak terhitung lagi letih, lelah, waktu tidur yang terpakai, dan segala usaha serta persiapan yang dilakukan, kemudian kemarin usaha dan persiapan itu diuji. Dalam sebuah ujian lisan bernama Student Oriented Case Analysis (SOCA). 

Sudah lama tidak merasa begini. Tapi mencoba berusaha sekuat tenaga, memahami dan mengerti kelimuan dasar dan pengetahuan tentang penyakit-penyakit dengan prevalensi tinggi di Indonesia dan tidak hanya sekedar paham namun dapat juga menjelaskannya dengan tepat dan efektif pada orang lain. Dosen penguji dalam kesempatan ini. Lalu usaha yang coba dibarengi dengan do'a dan ibadah yang ditingkatkan serta diri yang semakin didekatkan pada Allah SWT. Menenangkan hati sembari menegaskan lagi, siapa penentu takdir diri ini dan mencoba belajar ikhlas akan setiap takdirNya. Benar-bena rindu perasaan ini, tak harap nilai, benar-benar murni saya ingin pengetahuan dan kemampuan, agar dapat bermanfaat dan mengobati orang banyak di jalan-Nya nanti. Melepas semua kungkungan dan beban-beban yang memberatkan di pundak awalnya. Jika nilai rendah bagaimana, nilai harus tinggi, dan sebagainya, dan sebagainya. Meluruskan lagi tujuan dan objektif semula. Ilmu. 

Tapi bukan berarti santai dan lalai. Saat kita tak bertujuan, kita akan bingung ingin kemana dan tak sadar serta mau totalitas berusaha. Kali ini tetap mencoba berusaha sekuatnya, dengan kondis yang dimiliki tentunya, keterbatasan waktu, banyaknya agenda, namun mencoba memaksimalkan apa yang saya punya. Dan kali ini niatnya terus dicoba diluruskan. Terus dicoba diistiqomahkan. Niat paling kuat yang bisa dimiliki manusia. Niat untuk Allah. 

Dengan niat ini, jika nilai rendah, maka Astagfirullah, betapa diri lalai dan kurang usaha, namun Alhamdulillah, telah disadarkan dan ditunjukan apa kesalahan. Dengan niat yang istiqomah, maka akan terus mencoba memperbaiki lagi, belajar lagi dan berusaha lagi. Mungkin lebih dibanding sebelumnya. Mungkin usaha sebelumnya sudah berat. Tapi tetap harus ditambahkan lagi. Usaha yang berat dan sulit belum tentu cukup. Karena begitulah Allah ingin mengajar dan memberi kesempatan bagi hamba-Nya untuk mengakselerasikan diri dan teguh di jalan-Nya. 

Untuk punya kesempatan mempresentasikan pengetahuan yang telah lama diasah, lalu di saksikan oleh dokter bahkan professor yang bersedia meluangkan waktunya yang berharga, dan kemudian diberi tahukan letak kesalahan kita, adalah sebuah kesempatan yang luar biasa. Alhamdulillah, tidak semua dapat kesempatan seperti ini. 

Memang ujian lisan yang diuji oleh banyak penguji yang memiliki latar belakang, pandangan, serta dasar keilmuan kedokteran yang berbeda-beda rentan memiliki perbedaan ketelitian. Namun, itu semua bukan masalah, karena tiap penguji memiliki lembar standar yang cukup baik dan tiap penguji adalah dokter, yang entah sekarang telah menjadi dokter apa, namun dahulu mereka adalah dokter umum juga. Jadi tidaklah dapat sepenuhnya kita katakan bahwa pengujian ini subjektif, namun pengujian ini telah diminimalisir kesubjektifannya dengan lembar evaluasi yang objektif. Dan selalu ada tempat untuk bersyukur dalam setiap kejadian. 

Jika mendapat dosen yang sangat teliti, maka bersyukurlah. Karena dokter hebat tentu berdasar pada gurunya. Banyak ilmu dan pengetahuan yang didapat dari dosen yang sangat teiliti. Dengan mendapat dosen dengan standar tinggi, bagi kita yang haus pengetahuan, ini adalah sebuah tantangan. Untuk dapat benar-benar mengerti, memahami dan mendapat pengetahuan itu hingga tingkatan setinggi-tingginya. Bukan jadi dokter biasa-biasa saja. Dokter yang harus melebihkan usahanya diatas rata-rata. Bukankah itu karakter orang sukses ? 

Going Extra Miles

Melebihkan usaha diatas rata-rata. 

Untuk perihal ini, saya akan bercerita tentang teori Berusaha saya yang disebut, "Teori Sungai 2 Meter"

Alkisah, ada seorang anak yang ingin mencoba menyebrangi sungai yang lebarnya 2 meter. Sungai itu sangat dalam dan kotor, jadi ia tak ingin jatuh kedalamnya dan inginnya melompatinya. Namun jarak 2 meter bukanlah jarak yang bisa dilompati dengan mudah oleh manusia, terlebih oleh seorang anak. Namun ia terus mencoba, mencoba, dan berusaha. Seringkali ia berlumur lumpur dan gagal mencapai sisi satunya dengan sekali lompatan. Namun ia terus mencoba. 

Lalu, suatu saat, pulang dari hutan, ia dikejar oleh seekor Harimau yang besar badannya dan kencang larinya. Dan pelarian sang anak ditunggu di depannya oleh sebuah jurang yang lebarnya 1,5 meter hingga ke sisi seberangnya. Tak ada lagi tempat lain untuk berlari dari kejaran Harimau ini, kecuali melompati jurang itu. Dibanding menyerah dan menjadi kudapan sang Harimau, si anak memilih melompat. Dan ternyata ia dapat melompati jurang itu. Harimau yang takut ketinggian akhirnya menyerah dan sang anak selamat. Seorang anak kecil, yang langkahnya kecil dan sebuah jurang selebar 1,5 meter yang orang dewasa belum tentu dapat melompatinya, seekor Harimau yang terus mengejar dan mendesak sang anak, ini semua adalah kehidupan manusia. 

Sang anak adalah diri kita. Kita tentu memiliki standar dan targetan-targetan kemampuan yang kita inginkan. Sang Anak tentulah dapat melompati jurang yang lebarnya hanya 1,5 meter dikarenakan sudah terbiasa berusaha melompati sungai yang lebarnya 2 meter. Ia punya standar kemampuan yang tinggi, yang terus ia asah dan matangkan. Harimau adalah cobaan kehidupan, yang terkadang menuntut kemampuan maksimal dari diri kita. Ia membutuhkan waktu yang cepat, efektif dan efisien untuk ditangani. Keberhasilan kita untuk dapat melewatinya tentu berdasar kapasitas diri, mental yang siap, bahkan untuk melompati jurang sekalipun, dan persiapan yang coba kita lakukan sebelumnya. Dan logikanya, persiapan yang sangat keras menjadikan cobaan yang keras tidak terasa. 

Masa-masa di fakultas Kedokteran adalah masa-masa persiapan. Kita dapat memilih, sejauh apa "sungai" yang dapat kita latih untuk dilompati. Kita dapat memilih ingin punya standar setinggi apa. Tapi untuk jadi dokter hebat, yang dapat punya usaha paling maksimal untuk mengobati pasien di kemudian hari, taklah salah jika kita usahakan standar yang setinggi-tingginya. Dan nilai tambahnya, bagi mereka yang suka tantangan, kalau tidak ditantang dengan tantangan paling hebat, tentu tak ada "rasa"nya untuk jadi dokter. Serta, begitu senang jika tantangan hebat itu, ternyata dapat ditaklukan. 

Kemudian, bagi mendapat dosen penguji yang lebih rendah tingkat ketelitiannya, jangan merasa minder atau malu atau tersindir oleh orang lain. Kadang ada yang mengatakan adalah sebuah keberuntungan jika dapat dosen yang baik, pemurah dan sebagainya. Ucapan ini sangat menyakitkan menurut saya. Tidak menghargai segala usaha dan jerih payah yang kita lakukan dengan sepenuh-penuhnya usaha. Jangan khawatir, pertama tidak dosen yang tidak baik. Dengan mau menyediakan waktunya dan menilai kita yang belum sempurna ini adalah sebuah kebaikan yang luar biasa. Tidakkah bosan mendengar hal-hal yang sama, terus berulang-ulang, padahal kita telah mengetahui sebanyak-banyaknya tentang keilmuan itu. Jika saya jadi dosen penguji, maaf, tapi pasti saya akan bosan dan jenuh. Bukanlah salah satu kerja favorit saya. Tapi dosen-dosen penguji ini merelakan waktunya, untuk mendidik calon-calon dokter generasi berikutnya meski punya seabrek kesibukan lainnya. Punya pasien yang rela ia tinggalkan, untuk investasi demi kesehatan Indonesia di masa mendatang. Adalah sebuah kerja mulia yang mereka lakukan. Jika kita terus mengeluhkan dosen yang kurang mengapresiasi hasil kerja kita, sudahkah kita mencoba mengapresiasi hasil kerja dosen-dosen kita yang tercinta ini ? 

Yang terpenting, ingatlah baik-baik dalam pikiran kita, bahwa tujuan mereka mulia, baik untuk kepentingan kita. 

Kedua, dosen-dosen ini buka orang sembarangan. Mereka dokter. Mereka orang pintar, kawan-kawan. Mereka akan tahu saat kita mengada-ngada, saat kita menciptakan prevalensi epidemiologi sekenanya, saat mengarang tentang kondisi klinis pasien dan anatomi serta histologi organ tubuh sebebas-bebasnya. Jangan meremehkan kerja dan pengalaman mereka. Sudah ribuan hingga jutaan pasien yang pernah mereka tangani. Anatomi, ilmu dasar, ilmu klinis sudah jadi refleks dalam pikiran mereka. Tak perlu menghafal-hafal lagi karena itulah kebiasaan mereka. Bagaimanapun tingkat ketelitian dosen penguji ini, mereka yang diuji lalu mendapat nilai yang baik logikanya; diuji orang pintar dan lulus dengan nilai baik pula. Maka kurang cerdas apa lagi itu. 

Lalu, seperti yang sudah saya ungkapkan diatas, mereka punya lembar evaluasi yang dibuat seobjektif-objektifnya, dan sama untuk dosen dengan kasus yang sama. Jangan khawatir teman-teman, cukup berusaha semaksimal mungkin saja. 

Kemudian, jika kita ternyata dinyatakan harus kembali mengulang ujian lisan lagi. Maka pertama mari kita beristigfar, siapa tahu selama ini kita lalai dan belum efektif dan efisien menggunakan waktu kita. Jikapun ternyata sudah dan tetap mengulang, mungkin Allah ingin kita belajar lebih lagi. 

Fakta unik tentang memori manusia. Bahwasanya, 99% yang kita lihat akan kita lupakan dan dianggap hal yang tidak penting oleh otak kita. Makanya, dalam memori manusia, bentuk, warna, waktu, dan rasa bisa jadi berubah-ubah sekenanya. Kemudian kecil dari 1% akan kita simpan sebagai Memori jangka pendek. Tapi jangan senang dulu, seperti namanya, memori ini memang benar-benar berjangka pendek. Bisa menit, jam, hari, atau mungkin setahun. Apa yang dapat menjadikannya memori jangka panjang ? adalah pengulangan, repetisi. Saat kita mengulang, mau tidak mau tentu kita harus membaca kembali bahan-bahan dan materi perkuliahan. Mengulang lagi seperti sebelum ujian lagi. Maka pengulangan inilah yang akan menjadikan memori jangka pendek itu menjadi memori jangka panjang. Dan apa hakikatnya memori jangka panjang, ia akan membentuk struktur baru dalam otak, disebut sinaps, yang ia akan bertahan lebih lama bahkan bisa jadi selamanya. Jikalau kita tidak mengulang, bukan tidak mungkin kita tidak membaca lagi bahan-bahan itu. Karena bagi sebagian, membaca berakhir dengan berakhir pula ujiannya. Semoga bukan kita. 

Seperti pepatah Minang, 

" Lanca kaji dek diulang "
Intinya, dalam tulisan kali ini, mari kita mencoba mengambil hikmah dan bersyukur atas segala takdir yang kita dapat. Ada pelajaran tersembunyi yang coba diselubungkan oleh Allah bagi kita para hamba-Nya. Untuk menguji juga bagaimana keteguhan hati dan kelurusan niat kita pada-Nya. 

Selamat mencari hikmah kehidupan. 

  Semakin besar tekanan, semakin indah intan
  Semakin banyak air mata, semakin elok mutiara
  Bila tidak dibakar, bagaimana menjadi tembikar
  Semakin langka rupa, semakin tinggi harga
  Selalu ada yang disyukuri, bagi yang mau mensyukuri
  - Ust Felix Siauw - 

Fajar Faisal Putra
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2010

Universitas Kehidupan. Tahun Ajaran 2012

Tahun 2012 telah berlalu. Merayakan tahun baru bukanlah hal yang saya lakukan. Namun, karena penanggalan masehi adalah penanggalan yang dominan saya gunakan, pergantian tahun seolah menjadi penanda kejadian-kejadian luar biasa yang terjadi. Dalam hidup singkat ini tentunya. 

Tahun ini adalah tahun pertama saya menabrak orang. Tahun pertama saya berurusan dengan polisi, keluarga yang ditabrak dan banyak pihak lain dengan diri sendiri ini saja. Sebuah ujian kemandirian dan keteguhan, dibalik banyak hal lain yang harus terpikirkan. Sebuah ujian kesabaran juga, saat tak semua mengerti dan tahu kondisi diri. Tapi tuntutan realita berkata berbeda. Tugas harus terselesaikan jua dan amanah tetap tanpa libur pun begitu Allah yang terus melihat. 

Belajar jua karakter manusia. Karakter orang tua, anak, keluarga dan manusia yang kadang tak sempurna. Kadang berlebih dalam keuntungan, kadang tercurang dan dusta dalam menuntut kerugian. Semua berdasar pada naluri mempertahankan diri sendiri. Sungguh takut jika naluri ini disebut manusiawi. 

Namun mayoritas yang terjadi memang seperti ini dalam hemat saya. 

Belajar bersabar dan dewasa dalam menghadapi masalah ini. Sangat harus bersabar serta dewasa. 
Sayyid Quthb pernah berkata, "hujjah dan argumentasi memang dapat mendiamkan lawan, namun belum tentu dapat menghentikan perlawanan dan mengubah pemikiran." (dengan sedikit modifikasi)

Benar, kebenaran haruslah ditegakkan, namun menjaga silaturrahim itu wajib hukumnya. Imam Syahid Hasan Al Banna, dalam sebuah cerita menekankan itu. 

Suatu ketika orang-orang berdebat akan baik atau bid'ah-kah shalat tarawih berjama'ah. Debat ini tak sehat dan saling menjatuhkan terlihat sebagai tujuan. 

Lalu Imam syahid berkata, "yang kalian perdebatkan ialah perihal sunnah. Sedang menjaga silaturrahim wajib hukumnnya."

Saat bercengkrama dengan kerasnya dunia dengan segala kemalasan dan keangkuhan, Hidup mengajarkan saya mendewasa dan menerima. Sungguh aneh cara Allah mendidik hambanya. 

Diakhir ternyata berujung indah. Bukan dendam tersisa, insyaAllah. Bukan pula gerutu dan kecewa, namun saudara. Keluarga. Mereka yang pada awal bernaluri melindungi diri akan saya yang teranggap sebagai musuh mulai mengenal musuh itu dan dekat dengannya. Dalam peristiwa ini, diawali sore yang mendung namun diakhiri senja yang merona. Kecelakaan itu membuat saya mendapat keluarga baru di negeri orang ini.

Di tahun ini juga bertemu dengan manusia-manusia hebat Indonesia. Calon-calon pemimpin dan penggenggam dunia. Mereka adalah adik-adik mentee saya, angkatan baru 2011 dan 2012, pengurus Asy-syifaa', Laskar Al-Fath MMLCnas 2012, mahasiswa Kedokteran seluruh Indonesia serta anggota Forum Indonesia Muda 12. Banyak pelajaran yang bisa diambil. Banyak kenalan yang menambah daftar silaturrahim. Dan tentu banyak pemikiran-pemikiran baru yang terpikir. Pertemuan dengan manusia luar biasa  abad 21 ini menumbuhkan semangat baru untuk berjuang lebih. Menyadarkan bahwa dengan 24 jam yang sama, dengan usia yang sama, ada mereka-mereka yang telah menorehkan tinta emas dalam petualangan kehidupannya. Ada mereka yang mampu mewujudkan mimpi-mimpinya, meski dunia dahulu menertawakannya. 




Di tahun mendapat amanah terbaik di dunia. Diamanahkan dengan orang-orang luar biasa. Meski banyak hal terjadi, meski dinamika berorganisasi kadang menaik-turunkan hati-hati kita, namun kerja kita sungguh berniat mulia dan Allah tahu itu. Amanah terberat dan paling banyak belajar tahun ini. Sangat banyak hal yang dipelajari dan menyadarkan juga betapa banyak hal lain yang harus dipelajari. Amanah yang diri begitu menolak di awal dan terus berdilema dan bertempur dalam hati, akan kepantasan diri, perasaan dan ambisi. Kita benar-benar tak pernah tahu betapa baiknya rencana Allah. Namun sungguh saat hati telah berserah dan menerima maka saat itulah rencana indah itu mulai terasa. Kita mencoba meminta dan mencari hal yang kita inginkan, tapi Allah memberi kita hal yang kita butuhkan. Suatu saat kita akan sadar dan akan sangat bersyukur. Sekeras apapun hati mengaku mengenal diri sendiri, tapu ternyata Allah paling mengerti apa yang dibutuhkan hambanya. 



Di tahun ini diamanahkan juga dengan adik-adik mentee luar biasa, adik-adik mentee saya pertama seumur hidup. Pertama kali bertanggung jawab mencoba belajar bersama dan beraksi bersama mendekatkan diri menuju ilahi. Mencoba saling menjaga amalan yaumi, saling berbagi dan membantu dalam rimba belantara rintangan fakultas kedokteran. Menjaga idealisme ditengah realita. Terus memupuk semangat dan memperjuangkan mimpi yang dulu pernah terucap saat pertama masuk fakultas ini. Memperjuangkan asa pada orang tua, sahabat, keluarga dan Allah tentunya. Meneguk manisnya hidup dengan mengecap nikmatnya perjuangan. Saling menginspirasi untuk memperbaiki diri, bekerja lebih keras dibanding biasanya. Disini jua mencoba menjadi panutan. Menjaga orang lain tentu tak mungkin bila diri sendiri tak terjaga. Mereka adalah cambuk diri untuk lebih baik. Tujuan Tarbiyah ialah pendidikan, dan dalam pendidikan untuk mereka, tak disangka ternyata saya yang paling banyak belajar. 

Di tahun ini juga berkesempatan menikmati keindahan alam ciptaan Allah. Menorehkan goresan halus pada flip-chart penuh mimpi yang tertempel di kamar, tepat di depan meja belajar. Mendaki Gunung Gede, 2958 meter dari permukaan laut. Bersama teman-teman hebat, mencoba mencintai alam ilahi dengan sepenuh-penuh hati. Bukan menaklukannya. Mencoba menempa diri, berbagi waktu dengan alam, dan kita akan tahu siapa diri kita yang sebenarnya. Mencapai puncak tertinggi yang pernah saya capai. Mencoba sujud dan shalat dalam gelap, sunyi dan sepinya malam. Di bumi indah ciptaan ilahi. Mencoba belajar untuk sabar dan teguh, menghargai proses bertoleransi dan tak hanya bertujuan hasil. Kehangatan ukhuwah dan keberhasilan pencapaian jadi orientasi. Jika kita pergi bersama, maka kita akan mencapai puncak dan pulang bersama. Juga tersadarkan betapa kehidupan mahasiswa telah membuat penurunan besar dari segi fisik. Disadarkan akan pentingnya kebugaran jasmani.



Di tahun ini juga untuk pertama kalinya dalam hidup merasa senang dan haru karena usaha beserta teman-teman dihargai oleh Negara, oleh Indonesia. Tahun ini mencoba mengembangkan program Bina Desa, mencoba mengikuti MDG's Award, dan mendapat seminar motivasi. Bertemu banyak orang-orang inspiratif dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka yang telah berjuang keras berprestasi dalam memajukan Indonesia dengan jalannya sendiri. Kunang-kunang yang benar-benar menerangi Indonesia dengan cahaya-cahaya kecilnya, membantu menjadi pelita dalam gulita yang melingkupi negeri. Mereka para Pencerah Nusantara. Tak peduli dari lembaga swadaya masyarakat, warga biasa, lurah, Ketua RT, RW, pelajar sekolah menengah, mahasiswa bahkan ibu-ibu yang tak tamat SD sekalipun, bergerak dan bermanfaat untuk Indonesia.

Di tahun ini juga belajar bersabar akan mimpi dan tujuan. Belajar menerima hakikat Do'a dan impian. Bahwasanya akan ada 3 kemungkinan dari Do'a-do'a kita pada Allah, yakni dikabulkan, ditunda atau diganti jadi yang lebih baik. Waktu itu menuliskan untuk dapat ikut FIMA (federation of islamic Medical Association) Camp di Istanbul, Turki. Alhamdulillah, setelah mengikuti seleksi lulus dan menjadi satu dari 10 delegasi. Hatipun telah senang, dan dengan sedikit lancang "mencoret" tulisan FIMA di kertas Flip-chart  Mimpi-mimpi, karena serasa telah pasti takdir tergenggam. Namun sekali lagi Allah menunjukan kuasanya. Di akhir-akhir waktu, terjadi pengurangan delegasi hingga taklah menginjak tanah penuh sejarah Turki tahun ini. Allah mengajarkan saya untuk bersabar dan menerima segala takdirNya.



Di tahun ini juga berkesempatan pergi meraih mimpi lain, menginjakkan kaki di Negeri Sakura, Jepang. Bersama 3 orang teman lainnya. Menyaksikan pengajaran di Institusi Pendidikan tingkat dunia. Mencoba menyicipi rasa persaingan tingkat dunia, mengecap standar kualitas "mereka" yang berjuang untuk menjadi nomor 1 di Dunia. Dunia kawan. Menggetarkan hati, menggoncang batin dan mendorong diri untuk terus berakselerasi lagi. Melihat kualitas tingkat dunia, setara dengan barat dengan rasa dan karakter ala timur. Keseimbangan Kompetensi dan afeksi. Belajar banyak dari mereka, terutama Karakter. Pengalaman memang seakan terasa berlalu begitu saja namun tanpa disadari pengalaman akan membekas dalam alam bawah sadar dan terus menjadi bahan bakar motivasi. Menggamit hati dan mendisiplinkan diri, membuat kaki dapat melangkah sedikit lebih jauh. Perjalanan singkat ini menghasilkan warna-warni rasa yang beragam. Di sisi lain dunia ini, saya menemukan keluarga. Sahabat. Dan teman tempat tertawa, bersedih dan bersenda gurau bersama. Siapa sangka 10 hari bersama menyisakan kenangan yang begitu membekas. Warna lain, bertemu banyak guru-guru kehidupan, senior-senior mahasiswa master dan PhD Jepang yang mencoba mewujudkan mimpinya dan membawa nama baik Indonesia. Suatu saat berkunjung, seorang supervisor senior itu berkata, bahwa senior saya, seorang Indonesia ialah pekerja keras yang baik, berdisiplin tinggi dan sangat cerdas. Meski bukan diri sendiri, meski baru kenal beberapa hari, melihat seorang Indonesia diangkat derajatnya begitu tinggi oleh orang asing dari Universitas terkemuka cukup melambungkan asa saya sebagai sesama orang Indonesia. Mereka yang terus berjuang untuk diri sendiri, keluarga, dan Indonesia. Semoga segera tercapai mimpi-mimpi mereka. Bertemu jua dengan guru-guru baru, dosen Universitas Gunma yang sangat terbuka, ramah, apresiatif dan cerdas. Tanpa senioritas, tanpa kebanggaan dan kesombongan yang berlebihan, sangat madani dan bijaksana. Banyak belajar pada mereka, menjelaskan dengan cara yang atraktif, logis dan ramah, menyamankan hati mahasiswa yang mendengar, memudahkan ilmu merasuk dalam pikiran.




Di tahun ini kembali sekali lagi menginjakan kaki di tanah Suci, Mekkah dan Madinah. Kali ini sendiri tanpa keluarga menemani. Namun siapa sangka bertemu keluarga baru rombongan beribadah bersama. Meski terpaut usia yang cukup sangat jauh, tak disangka hati ini beresonansi dalam silaturrahim lingkupan tanah suci. Mencoba terus mendekatkan diri pada ilahi. Mencari jawaban atas kegelisahan-kegelisahan hati selama ini. Dan Allah menjawabnya dengan cara-cara yang tak pernah terkira. Bertemu dengan seorang Palestina, yang meski lisan kita taklah berujar hal yang dapat kami pahami, namun hati kami mampu mengerti. Semoga keberkahan terus terpancar dan kemerdekaan segera mendatangi negerimu, kawan. Bertemu banyak orang berbeda, berbuka bersama dan berdiskusi banyak hal pada muslim-muslim seluruh dunia. Menambah wawasan baru dan sekali lagi daftar silaturrahim manusia di dunia. Semoga kelak kita dapat bertemu di Surga Allah nanti, dalam dekapan ukhuwah. Bertemu banyak pekerja Indonesia, sang pahlawan devisa kita. Bercerita banyak hal, berbagi kisah berteman segarnya Zam-zam saat waktu maghrib tiba. Hidup mereka keras. Namun mereka lebih tangguh. Pundak mereka lebih lebar dari manusia kebanyakan. Mereka yang rela meninggalkan zona nyaman, semoga kebaikan selalu menyertaimu. Bertemu banyak muslim dengan kualitas ibadah luar biasa. Mencoba berlomba namun kalah telak seperti terduga. Menyadarkan begitu kecilnya diri di hadapan Ilahi dan manusia-manusia berimanNya. Jika seandainya hanya ada 70.000 orang yang akan langsung masuk surga nanti, dengan diri yang seperti saat ini maka sungguh sulit untuk menjadi satu diantara orang-orang itu.


Di tahun ini, hasil pengukuran pendidikan pertama yang cukup rendah dan mengecewakan. Namun belajar banyak akan hasil ini. Betapa tak sembarangannya profesi ini. Betapa diri harus sadar bahwa yang dihadapi bukanlah apa-apa tetapi manusia. Orientasi yang selama ini terdeviasi, berharap pada kebaikan dosen, kebanggan didepan teman dan kesombongan tersadarkan. Bukan itu yang saya inginkan dan yang harus saya dapatkan. Biarlah ia menjadi hadiah dan sampingan. Meski jauh menurun, tapi pelajaran yang saya ambil jauh lebih besar dibanding saat mendapatkan hasil yang baik.


Ini adalah tahun yang penuh warna, tak cukup rasanya menuliskan segala kenangan yang teringat. Banyak yang harus terus dipelajari pada tahun ini. Ia memang belum sempurna tapi asa dan semangat itu belum padam. Ditengah perjalanan meraih mimpi, sekali lagi diri dihujam pertanyaan mendasar. Masihkah teguh pada idealisme pertama saat memulai mimpi ini ? Masihkah benar mau jadi Dokter ? lantas apakah diri telah ada di jalur yang benar ?

Tahun 2013 dan tahun-tahun berikutnya akan menjadi jejak kenangan-kenangan baru. Jejak-jejak mimpi yang terukir, yang menjadi saksi bisu saya dalam menjawab tantangan dan pertanyaan-pertanyaan itu.




Fajar Faisal Putra
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2010