Pagar dan Ikatan

Dokter itu harus beragama. Lebih lagi, beretika. Rekam medis ditulis oleh dokter. Dan menjadi bukti yang sah. Padahal banyak celah di dalamnya untuk berbuat tidak benar.

Karena itu, dokter itu haruslah beragama. Pengawasannya adalah antara ia dan tuhannya. Sehebat apapun sistem pengawasan yang ada akan selalu ada celah jika ia hendak berbuat tidak benar. Dan pasalnya celah ini konsekuensinya adalah nyawa manusia. Karenanya, tidak ada pengawasan yang lebih baik daripada keyakinan.

Peraturan itu ibarat pagar. Kita bisa sibuk membuat pagar yang membatasi. Tapi pagar itu dapat dianggap penghalang dan mereka yang dipagari dapat terus berusaha mencari jalan keluar.

Yang harusnya kita berikan adalah pemahaman. Ia laiknya ikatan, yang dapat merasuk hingga nurani yang terdalam, membuat mereka yang terikat tak mampu keluar batas dan macam-macam. Ikatan berupa keyakinan. Dalam Islam, disebut sebagai Aqidah. Sebagaimana definisi harfiah Aqidah adalah ikatan.

Inspired by our honorable teacher, dr Noorman Herryadi Sp.F., S.H
Forensic and Medicolegal Departement, Hasan Sadikin General Hospital/Universitas Padjadjaran.

#bandungmaghrib

Dua puluh tiga Agustus dua ribu lima belas

Jalan Ini

Ini jalan tak satu orangpun lewati,
Ini jalan ada jurang di kanan kiri,
Ini jalan mungkin buntu mungkin tidak, kita lihat nanti.

Ini jalan untuk perbaiki negeri dan spesies ini.
Ini jalan bisa buat mati.
Ini jalan siapa nan hendak mengikuti ?

Ini jalan impian kami,
Ini jalan tujuan hidup kami,
Ini jalan tak akan ada henti,
Ini jalan sungguh banyak duri,
Ini jalan taqwa pada Ilahi.
Dan ini jalan taubat tuk beli ampunan Allah di akhirat nanti.

Penentu Takdirku

Aku bersimpuh pada pemilik ruh seluruh alam,
Aku berserah semenjak fajar hingga mega merah,
Aku menengadah dalam kelamnya malam,

Aku, dengan izinmu ya Allah, adalah penentu atas takdirku !
Tiada daya dan upaya entah dari setan pun manusia dapat merubahnya, jika bukan karena izinMu, ya Allah.

Tegaklah dengan tegas wahai jasad,
Teguhlah dan tegarlah wahai hati, tak ada yang pantas membolak-balikkanmu kalau bukan Allah yang maha tinggi.

Sekular Abu-abu

Pada suatu ketika sadar jua lah diri kita,
Bahwa kita menjadi sekular pada satu hal,
Sembari mengutuki sekularis pada hal lain,

Adil semenjak dalam pikiran,
Begitu kata Pram soal orang terpelajar.

Dimana hendak dijunjung adat itu,
Tak guna jika bukan membangga masa lalu, 

Dimana hendak dipuja harta itu, tak tentu bertahan dalam dunia yg serba tak berketentuan, 

Dimana pula hendak dijual nasab itu, siapa mau peduli di jaman ini ?

Apalah arti adat, nasab pun harta di hadapan penguasa semesta ?
Sudahkah taat pada syahadat bahwa hanya hukumNya saja nan hendak kita tegakkan dan puji puja ?
Atau jangan-jangan, jauh dalam hati nan kelam, bukan kepadaNya sesungguhnya kita menghamba ?