Tahun 2012 telah berlalu. Merayakan tahun baru bukanlah hal yang saya lakukan. Namun, karena penanggalan masehi adalah penanggalan yang dominan saya gunakan, pergantian tahun seolah menjadi penanda kejadian-kejadian luar biasa yang terjadi. Dalam hidup singkat ini tentunya. 

Tahun ini adalah tahun pertama saya menabrak orang. Tahun pertama saya berurusan dengan polisi, keluarga yang ditabrak dan banyak pihak lain dengan diri sendiri ini saja. Sebuah ujian kemandirian dan keteguhan, dibalik banyak hal lain yang harus terpikirkan. Sebuah ujian kesabaran juga, saat tak semua mengerti dan tahu kondisi diri. Tapi tuntutan realita berkata berbeda. Tugas harus terselesaikan jua dan amanah tetap tanpa libur pun begitu Allah yang terus melihat. 

Belajar jua karakter manusia. Karakter orang tua, anak, keluarga dan manusia yang kadang tak sempurna. Kadang berlebih dalam keuntungan, kadang tercurang dan dusta dalam menuntut kerugian. Semua berdasar pada naluri mempertahankan diri sendiri. Sungguh takut jika naluri ini disebut manusiawi. 

Namun mayoritas yang terjadi memang seperti ini dalam hemat saya. 

Belajar bersabar dan dewasa dalam menghadapi masalah ini. Sangat harus bersabar serta dewasa. 
Sayyid Quthb pernah berkata, "hujjah dan argumentasi memang dapat mendiamkan lawan, namun belum tentu dapat menghentikan perlawanan dan mengubah pemikiran." (dengan sedikit modifikasi)

Benar, kebenaran haruslah ditegakkan, namun menjaga silaturrahim itu wajib hukumnya. Imam Syahid Hasan Al Banna, dalam sebuah cerita menekankan itu. 

Suatu ketika orang-orang berdebat akan baik atau bid'ah-kah shalat tarawih berjama'ah. Debat ini tak sehat dan saling menjatuhkan terlihat sebagai tujuan. 

Lalu Imam syahid berkata, "yang kalian perdebatkan ialah perihal sunnah. Sedang menjaga silaturrahim wajib hukumnnya."

Saat bercengkrama dengan kerasnya dunia dengan segala kemalasan dan keangkuhan, Hidup mengajarkan saya mendewasa dan menerima. Sungguh aneh cara Allah mendidik hambanya. 

Diakhir ternyata berujung indah. Bukan dendam tersisa, insyaAllah. Bukan pula gerutu dan kecewa, namun saudara. Keluarga. Mereka yang pada awal bernaluri melindungi diri akan saya yang teranggap sebagai musuh mulai mengenal musuh itu dan dekat dengannya. Dalam peristiwa ini, diawali sore yang mendung namun diakhiri senja yang merona. Kecelakaan itu membuat saya mendapat keluarga baru di negeri orang ini.

Di tahun ini juga bertemu dengan manusia-manusia hebat Indonesia. Calon-calon pemimpin dan penggenggam dunia. Mereka adalah adik-adik mentee saya, angkatan baru 2011 dan 2012, pengurus Asy-syifaa', Laskar Al-Fath MMLCnas 2012, mahasiswa Kedokteran seluruh Indonesia serta anggota Forum Indonesia Muda 12. Banyak pelajaran yang bisa diambil. Banyak kenalan yang menambah daftar silaturrahim. Dan tentu banyak pemikiran-pemikiran baru yang terpikir. Pertemuan dengan manusia luar biasa  abad 21 ini menumbuhkan semangat baru untuk berjuang lebih. Menyadarkan bahwa dengan 24 jam yang sama, dengan usia yang sama, ada mereka-mereka yang telah menorehkan tinta emas dalam petualangan kehidupannya. Ada mereka yang mampu mewujudkan mimpi-mimpinya, meski dunia dahulu menertawakannya. 




Di tahun mendapat amanah terbaik di dunia. Diamanahkan dengan orang-orang luar biasa. Meski banyak hal terjadi, meski dinamika berorganisasi kadang menaik-turunkan hati-hati kita, namun kerja kita sungguh berniat mulia dan Allah tahu itu. Amanah terberat dan paling banyak belajar tahun ini. Sangat banyak hal yang dipelajari dan menyadarkan juga betapa banyak hal lain yang harus dipelajari. Amanah yang diri begitu menolak di awal dan terus berdilema dan bertempur dalam hati, akan kepantasan diri, perasaan dan ambisi. Kita benar-benar tak pernah tahu betapa baiknya rencana Allah. Namun sungguh saat hati telah berserah dan menerima maka saat itulah rencana indah itu mulai terasa. Kita mencoba meminta dan mencari hal yang kita inginkan, tapi Allah memberi kita hal yang kita butuhkan. Suatu saat kita akan sadar dan akan sangat bersyukur. Sekeras apapun hati mengaku mengenal diri sendiri, tapu ternyata Allah paling mengerti apa yang dibutuhkan hambanya. 



Di tahun ini diamanahkan juga dengan adik-adik mentee luar biasa, adik-adik mentee saya pertama seumur hidup. Pertama kali bertanggung jawab mencoba belajar bersama dan beraksi bersama mendekatkan diri menuju ilahi. Mencoba saling menjaga amalan yaumi, saling berbagi dan membantu dalam rimba belantara rintangan fakultas kedokteran. Menjaga idealisme ditengah realita. Terus memupuk semangat dan memperjuangkan mimpi yang dulu pernah terucap saat pertama masuk fakultas ini. Memperjuangkan asa pada orang tua, sahabat, keluarga dan Allah tentunya. Meneguk manisnya hidup dengan mengecap nikmatnya perjuangan. Saling menginspirasi untuk memperbaiki diri, bekerja lebih keras dibanding biasanya. Disini jua mencoba menjadi panutan. Menjaga orang lain tentu tak mungkin bila diri sendiri tak terjaga. Mereka adalah cambuk diri untuk lebih baik. Tujuan Tarbiyah ialah pendidikan, dan dalam pendidikan untuk mereka, tak disangka ternyata saya yang paling banyak belajar. 

Di tahun ini juga berkesempatan menikmati keindahan alam ciptaan Allah. Menorehkan goresan halus pada flip-chart penuh mimpi yang tertempel di kamar, tepat di depan meja belajar. Mendaki Gunung Gede, 2958 meter dari permukaan laut. Bersama teman-teman hebat, mencoba mencintai alam ilahi dengan sepenuh-penuh hati. Bukan menaklukannya. Mencoba menempa diri, berbagi waktu dengan alam, dan kita akan tahu siapa diri kita yang sebenarnya. Mencapai puncak tertinggi yang pernah saya capai. Mencoba sujud dan shalat dalam gelap, sunyi dan sepinya malam. Di bumi indah ciptaan ilahi. Mencoba belajar untuk sabar dan teguh, menghargai proses bertoleransi dan tak hanya bertujuan hasil. Kehangatan ukhuwah dan keberhasilan pencapaian jadi orientasi. Jika kita pergi bersama, maka kita akan mencapai puncak dan pulang bersama. Juga tersadarkan betapa kehidupan mahasiswa telah membuat penurunan besar dari segi fisik. Disadarkan akan pentingnya kebugaran jasmani.



Di tahun ini juga untuk pertama kalinya dalam hidup merasa senang dan haru karena usaha beserta teman-teman dihargai oleh Negara, oleh Indonesia. Tahun ini mencoba mengembangkan program Bina Desa, mencoba mengikuti MDG's Award, dan mendapat seminar motivasi. Bertemu banyak orang-orang inspiratif dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka yang telah berjuang keras berprestasi dalam memajukan Indonesia dengan jalannya sendiri. Kunang-kunang yang benar-benar menerangi Indonesia dengan cahaya-cahaya kecilnya, membantu menjadi pelita dalam gulita yang melingkupi negeri. Mereka para Pencerah Nusantara. Tak peduli dari lembaga swadaya masyarakat, warga biasa, lurah, Ketua RT, RW, pelajar sekolah menengah, mahasiswa bahkan ibu-ibu yang tak tamat SD sekalipun, bergerak dan bermanfaat untuk Indonesia.

Di tahun ini juga belajar bersabar akan mimpi dan tujuan. Belajar menerima hakikat Do'a dan impian. Bahwasanya akan ada 3 kemungkinan dari Do'a-do'a kita pada Allah, yakni dikabulkan, ditunda atau diganti jadi yang lebih baik. Waktu itu menuliskan untuk dapat ikut FIMA (federation of islamic Medical Association) Camp di Istanbul, Turki. Alhamdulillah, setelah mengikuti seleksi lulus dan menjadi satu dari 10 delegasi. Hatipun telah senang, dan dengan sedikit lancang "mencoret" tulisan FIMA di kertas Flip-chart  Mimpi-mimpi, karena serasa telah pasti takdir tergenggam. Namun sekali lagi Allah menunjukan kuasanya. Di akhir-akhir waktu, terjadi pengurangan delegasi hingga taklah menginjak tanah penuh sejarah Turki tahun ini. Allah mengajarkan saya untuk bersabar dan menerima segala takdirNya.



Di tahun ini juga berkesempatan pergi meraih mimpi lain, menginjakkan kaki di Negeri Sakura, Jepang. Bersama 3 orang teman lainnya. Menyaksikan pengajaran di Institusi Pendidikan tingkat dunia. Mencoba menyicipi rasa persaingan tingkat dunia, mengecap standar kualitas "mereka" yang berjuang untuk menjadi nomor 1 di Dunia. Dunia kawan. Menggetarkan hati, menggoncang batin dan mendorong diri untuk terus berakselerasi lagi. Melihat kualitas tingkat dunia, setara dengan barat dengan rasa dan karakter ala timur. Keseimbangan Kompetensi dan afeksi. Belajar banyak dari mereka, terutama Karakter. Pengalaman memang seakan terasa berlalu begitu saja namun tanpa disadari pengalaman akan membekas dalam alam bawah sadar dan terus menjadi bahan bakar motivasi. Menggamit hati dan mendisiplinkan diri, membuat kaki dapat melangkah sedikit lebih jauh. Perjalanan singkat ini menghasilkan warna-warni rasa yang beragam. Di sisi lain dunia ini, saya menemukan keluarga. Sahabat. Dan teman tempat tertawa, bersedih dan bersenda gurau bersama. Siapa sangka 10 hari bersama menyisakan kenangan yang begitu membekas. Warna lain, bertemu banyak guru-guru kehidupan, senior-senior mahasiswa master dan PhD Jepang yang mencoba mewujudkan mimpinya dan membawa nama baik Indonesia. Suatu saat berkunjung, seorang supervisor senior itu berkata, bahwa senior saya, seorang Indonesia ialah pekerja keras yang baik, berdisiplin tinggi dan sangat cerdas. Meski bukan diri sendiri, meski baru kenal beberapa hari, melihat seorang Indonesia diangkat derajatnya begitu tinggi oleh orang asing dari Universitas terkemuka cukup melambungkan asa saya sebagai sesama orang Indonesia. Mereka yang terus berjuang untuk diri sendiri, keluarga, dan Indonesia. Semoga segera tercapai mimpi-mimpi mereka. Bertemu jua dengan guru-guru baru, dosen Universitas Gunma yang sangat terbuka, ramah, apresiatif dan cerdas. Tanpa senioritas, tanpa kebanggaan dan kesombongan yang berlebihan, sangat madani dan bijaksana. Banyak belajar pada mereka, menjelaskan dengan cara yang atraktif, logis dan ramah, menyamankan hati mahasiswa yang mendengar, memudahkan ilmu merasuk dalam pikiran.




Di tahun ini kembali sekali lagi menginjakan kaki di tanah Suci, Mekkah dan Madinah. Kali ini sendiri tanpa keluarga menemani. Namun siapa sangka bertemu keluarga baru rombongan beribadah bersama. Meski terpaut usia yang cukup sangat jauh, tak disangka hati ini beresonansi dalam silaturrahim lingkupan tanah suci. Mencoba terus mendekatkan diri pada ilahi. Mencari jawaban atas kegelisahan-kegelisahan hati selama ini. Dan Allah menjawabnya dengan cara-cara yang tak pernah terkira. Bertemu dengan seorang Palestina, yang meski lisan kita taklah berujar hal yang dapat kami pahami, namun hati kami mampu mengerti. Semoga keberkahan terus terpancar dan kemerdekaan segera mendatangi negerimu, kawan. Bertemu banyak orang berbeda, berbuka bersama dan berdiskusi banyak hal pada muslim-muslim seluruh dunia. Menambah wawasan baru dan sekali lagi daftar silaturrahim manusia di dunia. Semoga kelak kita dapat bertemu di Surga Allah nanti, dalam dekapan ukhuwah. Bertemu banyak pekerja Indonesia, sang pahlawan devisa kita. Bercerita banyak hal, berbagi kisah berteman segarnya Zam-zam saat waktu maghrib tiba. Hidup mereka keras. Namun mereka lebih tangguh. Pundak mereka lebih lebar dari manusia kebanyakan. Mereka yang rela meninggalkan zona nyaman, semoga kebaikan selalu menyertaimu. Bertemu banyak muslim dengan kualitas ibadah luar biasa. Mencoba berlomba namun kalah telak seperti terduga. Menyadarkan begitu kecilnya diri di hadapan Ilahi dan manusia-manusia berimanNya. Jika seandainya hanya ada 70.000 orang yang akan langsung masuk surga nanti, dengan diri yang seperti saat ini maka sungguh sulit untuk menjadi satu diantara orang-orang itu.


Di tahun ini, hasil pengukuran pendidikan pertama yang cukup rendah dan mengecewakan. Namun belajar banyak akan hasil ini. Betapa tak sembarangannya profesi ini. Betapa diri harus sadar bahwa yang dihadapi bukanlah apa-apa tetapi manusia. Orientasi yang selama ini terdeviasi, berharap pada kebaikan dosen, kebanggan didepan teman dan kesombongan tersadarkan. Bukan itu yang saya inginkan dan yang harus saya dapatkan. Biarlah ia menjadi hadiah dan sampingan. Meski jauh menurun, tapi pelajaran yang saya ambil jauh lebih besar dibanding saat mendapatkan hasil yang baik.


Ini adalah tahun yang penuh warna, tak cukup rasanya menuliskan segala kenangan yang teringat. Banyak yang harus terus dipelajari pada tahun ini. Ia memang belum sempurna tapi asa dan semangat itu belum padam. Ditengah perjalanan meraih mimpi, sekali lagi diri dihujam pertanyaan mendasar. Masihkah teguh pada idealisme pertama saat memulai mimpi ini ? Masihkah benar mau jadi Dokter ? lantas apakah diri telah ada di jalur yang benar ?

Tahun 2013 dan tahun-tahun berikutnya akan menjadi jejak kenangan-kenangan baru. Jejak-jejak mimpi yang terukir, yang menjadi saksi bisu saya dalam menjawab tantangan dan pertanyaan-pertanyaan itu.




Fajar Faisal Putra
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2010