Alhamdulillah, setelah tak terhitung lagi letih, lelah, waktu tidur yang terpakai, dan segala usaha serta persiapan yang dilakukan, kemudian kemarin usaha dan persiapan itu diuji. Dalam sebuah ujian lisan bernama Student Oriented Case Analysis (SOCA). 

Sudah lama tidak merasa begini. Tapi mencoba berusaha sekuat tenaga, memahami dan mengerti kelimuan dasar dan pengetahuan tentang penyakit-penyakit dengan prevalensi tinggi di Indonesia dan tidak hanya sekedar paham namun dapat juga menjelaskannya dengan tepat dan efektif pada orang lain. Dosen penguji dalam kesempatan ini. Lalu usaha yang coba dibarengi dengan do'a dan ibadah yang ditingkatkan serta diri yang semakin didekatkan pada Allah SWT. Menenangkan hati sembari menegaskan lagi, siapa penentu takdir diri ini dan mencoba belajar ikhlas akan setiap takdirNya. Benar-bena rindu perasaan ini, tak harap nilai, benar-benar murni saya ingin pengetahuan dan kemampuan, agar dapat bermanfaat dan mengobati orang banyak di jalan-Nya nanti. Melepas semua kungkungan dan beban-beban yang memberatkan di pundak awalnya. Jika nilai rendah bagaimana, nilai harus tinggi, dan sebagainya, dan sebagainya. Meluruskan lagi tujuan dan objektif semula. Ilmu. 

Tapi bukan berarti santai dan lalai. Saat kita tak bertujuan, kita akan bingung ingin kemana dan tak sadar serta mau totalitas berusaha. Kali ini tetap mencoba berusaha sekuatnya, dengan kondis yang dimiliki tentunya, keterbatasan waktu, banyaknya agenda, namun mencoba memaksimalkan apa yang saya punya. Dan kali ini niatnya terus dicoba diluruskan. Terus dicoba diistiqomahkan. Niat paling kuat yang bisa dimiliki manusia. Niat untuk Allah. 

Dengan niat ini, jika nilai rendah, maka Astagfirullah, betapa diri lalai dan kurang usaha, namun Alhamdulillah, telah disadarkan dan ditunjukan apa kesalahan. Dengan niat yang istiqomah, maka akan terus mencoba memperbaiki lagi, belajar lagi dan berusaha lagi. Mungkin lebih dibanding sebelumnya. Mungkin usaha sebelumnya sudah berat. Tapi tetap harus ditambahkan lagi. Usaha yang berat dan sulit belum tentu cukup. Karena begitulah Allah ingin mengajar dan memberi kesempatan bagi hamba-Nya untuk mengakselerasikan diri dan teguh di jalan-Nya. 

Untuk punya kesempatan mempresentasikan pengetahuan yang telah lama diasah, lalu di saksikan oleh dokter bahkan professor yang bersedia meluangkan waktunya yang berharga, dan kemudian diberi tahukan letak kesalahan kita, adalah sebuah kesempatan yang luar biasa. Alhamdulillah, tidak semua dapat kesempatan seperti ini. 

Memang ujian lisan yang diuji oleh banyak penguji yang memiliki latar belakang, pandangan, serta dasar keilmuan kedokteran yang berbeda-beda rentan memiliki perbedaan ketelitian. Namun, itu semua bukan masalah, karena tiap penguji memiliki lembar standar yang cukup baik dan tiap penguji adalah dokter, yang entah sekarang telah menjadi dokter apa, namun dahulu mereka adalah dokter umum juga. Jadi tidaklah dapat sepenuhnya kita katakan bahwa pengujian ini subjektif, namun pengujian ini telah diminimalisir kesubjektifannya dengan lembar evaluasi yang objektif. Dan selalu ada tempat untuk bersyukur dalam setiap kejadian. 

Jika mendapat dosen yang sangat teliti, maka bersyukurlah. Karena dokter hebat tentu berdasar pada gurunya. Banyak ilmu dan pengetahuan yang didapat dari dosen yang sangat teiliti. Dengan mendapat dosen dengan standar tinggi, bagi kita yang haus pengetahuan, ini adalah sebuah tantangan. Untuk dapat benar-benar mengerti, memahami dan mendapat pengetahuan itu hingga tingkatan setinggi-tingginya. Bukan jadi dokter biasa-biasa saja. Dokter yang harus melebihkan usahanya diatas rata-rata. Bukankah itu karakter orang sukses ? 

Going Extra Miles

Melebihkan usaha diatas rata-rata. 

Untuk perihal ini, saya akan bercerita tentang teori Berusaha saya yang disebut, "Teori Sungai 2 Meter"

Alkisah, ada seorang anak yang ingin mencoba menyebrangi sungai yang lebarnya 2 meter. Sungai itu sangat dalam dan kotor, jadi ia tak ingin jatuh kedalamnya dan inginnya melompatinya. Namun jarak 2 meter bukanlah jarak yang bisa dilompati dengan mudah oleh manusia, terlebih oleh seorang anak. Namun ia terus mencoba, mencoba, dan berusaha. Seringkali ia berlumur lumpur dan gagal mencapai sisi satunya dengan sekali lompatan. Namun ia terus mencoba. 

Lalu, suatu saat, pulang dari hutan, ia dikejar oleh seekor Harimau yang besar badannya dan kencang larinya. Dan pelarian sang anak ditunggu di depannya oleh sebuah jurang yang lebarnya 1,5 meter hingga ke sisi seberangnya. Tak ada lagi tempat lain untuk berlari dari kejaran Harimau ini, kecuali melompati jurang itu. Dibanding menyerah dan menjadi kudapan sang Harimau, si anak memilih melompat. Dan ternyata ia dapat melompati jurang itu. Harimau yang takut ketinggian akhirnya menyerah dan sang anak selamat. Seorang anak kecil, yang langkahnya kecil dan sebuah jurang selebar 1,5 meter yang orang dewasa belum tentu dapat melompatinya, seekor Harimau yang terus mengejar dan mendesak sang anak, ini semua adalah kehidupan manusia. 

Sang anak adalah diri kita. Kita tentu memiliki standar dan targetan-targetan kemampuan yang kita inginkan. Sang Anak tentulah dapat melompati jurang yang lebarnya hanya 1,5 meter dikarenakan sudah terbiasa berusaha melompati sungai yang lebarnya 2 meter. Ia punya standar kemampuan yang tinggi, yang terus ia asah dan matangkan. Harimau adalah cobaan kehidupan, yang terkadang menuntut kemampuan maksimal dari diri kita. Ia membutuhkan waktu yang cepat, efektif dan efisien untuk ditangani. Keberhasilan kita untuk dapat melewatinya tentu berdasar kapasitas diri, mental yang siap, bahkan untuk melompati jurang sekalipun, dan persiapan yang coba kita lakukan sebelumnya. Dan logikanya, persiapan yang sangat keras menjadikan cobaan yang keras tidak terasa. 

Masa-masa di fakultas Kedokteran adalah masa-masa persiapan. Kita dapat memilih, sejauh apa "sungai" yang dapat kita latih untuk dilompati. Kita dapat memilih ingin punya standar setinggi apa. Tapi untuk jadi dokter hebat, yang dapat punya usaha paling maksimal untuk mengobati pasien di kemudian hari, taklah salah jika kita usahakan standar yang setinggi-tingginya. Dan nilai tambahnya, bagi mereka yang suka tantangan, kalau tidak ditantang dengan tantangan paling hebat, tentu tak ada "rasa"nya untuk jadi dokter. Serta, begitu senang jika tantangan hebat itu, ternyata dapat ditaklukan. 

Kemudian, bagi mendapat dosen penguji yang lebih rendah tingkat ketelitiannya, jangan merasa minder atau malu atau tersindir oleh orang lain. Kadang ada yang mengatakan adalah sebuah keberuntungan jika dapat dosen yang baik, pemurah dan sebagainya. Ucapan ini sangat menyakitkan menurut saya. Tidak menghargai segala usaha dan jerih payah yang kita lakukan dengan sepenuh-penuhnya usaha. Jangan khawatir, pertama tidak dosen yang tidak baik. Dengan mau menyediakan waktunya dan menilai kita yang belum sempurna ini adalah sebuah kebaikan yang luar biasa. Tidakkah bosan mendengar hal-hal yang sama, terus berulang-ulang, padahal kita telah mengetahui sebanyak-banyaknya tentang keilmuan itu. Jika saya jadi dosen penguji, maaf, tapi pasti saya akan bosan dan jenuh. Bukanlah salah satu kerja favorit saya. Tapi dosen-dosen penguji ini merelakan waktunya, untuk mendidik calon-calon dokter generasi berikutnya meski punya seabrek kesibukan lainnya. Punya pasien yang rela ia tinggalkan, untuk investasi demi kesehatan Indonesia di masa mendatang. Adalah sebuah kerja mulia yang mereka lakukan. Jika kita terus mengeluhkan dosen yang kurang mengapresiasi hasil kerja kita, sudahkah kita mencoba mengapresiasi hasil kerja dosen-dosen kita yang tercinta ini ? 

Yang terpenting, ingatlah baik-baik dalam pikiran kita, bahwa tujuan mereka mulia, baik untuk kepentingan kita. 

Kedua, dosen-dosen ini buka orang sembarangan. Mereka dokter. Mereka orang pintar, kawan-kawan. Mereka akan tahu saat kita mengada-ngada, saat kita menciptakan prevalensi epidemiologi sekenanya, saat mengarang tentang kondisi klinis pasien dan anatomi serta histologi organ tubuh sebebas-bebasnya. Jangan meremehkan kerja dan pengalaman mereka. Sudah ribuan hingga jutaan pasien yang pernah mereka tangani. Anatomi, ilmu dasar, ilmu klinis sudah jadi refleks dalam pikiran mereka. Tak perlu menghafal-hafal lagi karena itulah kebiasaan mereka. Bagaimanapun tingkat ketelitian dosen penguji ini, mereka yang diuji lalu mendapat nilai yang baik logikanya; diuji orang pintar dan lulus dengan nilai baik pula. Maka kurang cerdas apa lagi itu. 

Lalu, seperti yang sudah saya ungkapkan diatas, mereka punya lembar evaluasi yang dibuat seobjektif-objektifnya, dan sama untuk dosen dengan kasus yang sama. Jangan khawatir teman-teman, cukup berusaha semaksimal mungkin saja. 

Kemudian, jika kita ternyata dinyatakan harus kembali mengulang ujian lisan lagi. Maka pertama mari kita beristigfar, siapa tahu selama ini kita lalai dan belum efektif dan efisien menggunakan waktu kita. Jikapun ternyata sudah dan tetap mengulang, mungkin Allah ingin kita belajar lebih lagi. 

Fakta unik tentang memori manusia. Bahwasanya, 99% yang kita lihat akan kita lupakan dan dianggap hal yang tidak penting oleh otak kita. Makanya, dalam memori manusia, bentuk, warna, waktu, dan rasa bisa jadi berubah-ubah sekenanya. Kemudian kecil dari 1% akan kita simpan sebagai Memori jangka pendek. Tapi jangan senang dulu, seperti namanya, memori ini memang benar-benar berjangka pendek. Bisa menit, jam, hari, atau mungkin setahun. Apa yang dapat menjadikannya memori jangka panjang ? adalah pengulangan, repetisi. Saat kita mengulang, mau tidak mau tentu kita harus membaca kembali bahan-bahan dan materi perkuliahan. Mengulang lagi seperti sebelum ujian lagi. Maka pengulangan inilah yang akan menjadikan memori jangka pendek itu menjadi memori jangka panjang. Dan apa hakikatnya memori jangka panjang, ia akan membentuk struktur baru dalam otak, disebut sinaps, yang ia akan bertahan lebih lama bahkan bisa jadi selamanya. Jikalau kita tidak mengulang, bukan tidak mungkin kita tidak membaca lagi bahan-bahan itu. Karena bagi sebagian, membaca berakhir dengan berakhir pula ujiannya. Semoga bukan kita. 

Seperti pepatah Minang, 

" Lanca kaji dek diulang "
Intinya, dalam tulisan kali ini, mari kita mencoba mengambil hikmah dan bersyukur atas segala takdir yang kita dapat. Ada pelajaran tersembunyi yang coba diselubungkan oleh Allah bagi kita para hamba-Nya. Untuk menguji juga bagaimana keteguhan hati dan kelurusan niat kita pada-Nya. 

Selamat mencari hikmah kehidupan. 

  Semakin besar tekanan, semakin indah intan
  Semakin banyak air mata, semakin elok mutiara
  Bila tidak dibakar, bagaimana menjadi tembikar
  Semakin langka rupa, semakin tinggi harga
  Selalu ada yang disyukuri, bagi yang mau mensyukuri
  - Ust Felix Siauw - 

Fajar Faisal Putra
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2010