Dan kita ternyata tak sepenuhnya mampu menjadi manusia.

Kita hanyalah fragmen kecil dalam semesta yang tiada pengaruh apa-apa. Kita ada diantara tiada. 

Apa-apa yang tersisa kan dilupa. Nama, karya pun jasa esok terkubur massa.

Tapi sesal menuntut di ujung senja.

Kita menjadi terjebak pada lika liku hal menyambung hidup, bukan mengisi hidup.

Sudah sejenak mari kita lepaskan cangkul, pulpen dan kertas-kertas itu.

Biar peluh punya waktu untuk meluruh,
dari punggung kurus nan kokoh.

Wahai pemanggul generasi. Tugasmu sedikit banyak telah usai.

Dari sulbi dan benihmu kan lahir,
penggantimu yang mungkin hampir sama mahir.

Kini mungkin sebentar lagi, Dia kan menanyaimu akan tugas ini. Adakah kita pernah niatkan untukNya ?

Atau ternyata kita terlena dan terlupa. Lantas sesal itu merangsek kembali.

Wahai pengembara ranah abadi, dari sini kami mendoa keselamatanmu nanti.

Akankah Ia ampunkan salah dusta kita waktu pagi ?

Apakah taubat kita belum terlambat ?

Kelak, kita pasti akan bertemu lagi. Kita akan berujung dalam ranah yang sama dalam keabadian.

Beristirahatlah dalam kesunyian. Bertenanglah hingga hari Nya kan datang.

Senja yang semakin kelam, menghantarkan bulan ke pangkuan. Dalam setiap senja yang berakhir esoknya fajar baru lahir.

Kepergian adalah keniscayaan. Selamat mengembara, wahai pemanggul generasi. Sekarang giliran KAMI.