Sebuah refleksi penutup perjalanan panjang di Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Mungkin ini senat terakhir di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. 

2 tahun kepengurusan, dalam senja perjuangan di organisasi ini, teringat lagi alasan dan dasar memasukinya. Diri ini 2 tahun lalu. Dengan idealisme saat muda dahulu, bertarung dalam kancah realita yang ada. Setiap detik yang terjadi selama 2 tahun ini, detik-detik itulah yang membangun, mendidik, dan membuka mata saya. 

Terima kasih teruntuk mereka, pemuda pejuang yang merelakan waktunya untuk membekali diri sendiri dan orang lain. Ada yang benci mereka. Ada yang tidak bisa hidup tanpa mereka. Apapun yang terbisik dibelakang, mereka juara. Mata ini saksinya. 

Inilah tulisan saat ingin masuk organisasi itu. 

***

Aku Diri dan Aku untuk Senat

                  Aku. Menurut kamus besar bahasa indonesia/KBBI adalah suatu ungkapan untuk pihak pertama dalam percakapan, diri sendiri, dan saya. Lantas, siapakah saya sebenarnya ? Saya adalah seorang pria berumur 18 tahun, berasal dari suatu kota yang luar biasa, Padang. Saya adalah sulung dari 3 beraudara. Dan Saya adalah seorang mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, suatu universitas negeri terbaik di Indoesia dengan berbagai macam dan jenis mahasiswa yang berasal dari berbagai jenis kultur dan budaya serta keluarga yang berbeda.

                Sebagai anak tertua, saya diajarkan untuk peduli pada saudara dan saudari saya. Mengalah adalah suatu kebiasaan yang paling saya benci sekaligus paling sering saya lakukan. Awalnya, memang terlihat menyebalkan, saat keadilan tidak ditegakkan, saat hak dan kewajiban tak berjalan seperti seharusnya. Tapi, sebenarnya kepedulian, memiliki manfaat yang lebih dari apapun. Meski keadilan ditegakkan dan hak serta kewajiban dijalankan, maka, akan membuat mereka, adik-adik saya yang muda sedih dan merasa menyesal untuk bahkan bersauara. Maka, apa gunanya keadilan. Itulah yang saya pelajari dari adik saya.

                Sebagai orang Padang, dengan budaya Minangkabau, menghargai orang adalah hal penting yang diajarkan kepada kami sejak kecil. Ada yang dinamakan kato mandaki, malereang, dan mandata yang mengajarkan saya bersikap menghargai siapa saja tidak peduli tua, muda, ataupun sebaya. Saya diajarkan untuk mendengarkan apa yang dibicarakan, bukan siapa yang berbicara.

Sebagai mahasiswa FK UNPAD, saya diajarkan untuk bisa belajar dari siapa saja. Kita tidak harus memiliki suatu kebanggaan atau kejayaan yang akan membuat objektifitas kita menjadi hilang. Kita diajarkan untuk tidak malu belajar bahkan dari orang terbodoh sekalipun, karena ilmu bisa datang dari siapa saja.

                Sebagai pemuda bangsa indonesia, saya diajarkan untuk rela berkontribusi pada tanah air oleh mereka-mereka yang telah tertidur lelap dalam nisan-nisan putih, bertuliskan “Merdeka”. Para pahlawan yang memperjuangkan ketenangan, kegembiraan, ketentraman, kenyenyakan tidur, kebebasan berpendapat dan Kemerdekaan kita, dengan mengorbankan tidak hanya nyawanya, tapi bahkan nyawa orang-orang tercintanya, anaknya, istrinya, orang tuanya, demi satu bisikan, ucapan, dan teriakan, “Merdeka”.

                Maka itulah apa yang disebut “aku” bagi saya.

                Kemudian, sebagai mahasiswa tingkat pertama di universitas yang maha dahsyat ini, belajar adalah suatu kewajiban. Berkarya adalah suatu keharusan. Berprestasi adalah suatu pencapaian. Tapi, berorganisasi adalah suatu pilihan, pilihan tepat bagi mereka yang ingin mengerti artinya kepedulian. Plihan yang tepat bagi mereka yang ingin mengerti indahnya menghargai orang lain. Pilihan tepat bagi mereka yang ingin menikmati proses pembelajaran serta perkembangan. Dan pilihan sempurna bagi mereka yang ingin merasakan senangnya berkontribusi dan mengabdi.

                Senat, seperti suatu pintu pertama bagi saya dalam melakukan pilihan tersebut.

Dalam kehidupan kemahasiswaan, kepedulian adalah suatu hal mahal bagi sebagian orang. Penghargaan kepada setiap pribadi adalah hal langka yang bahkan perlu dilestarikan. Sedang pembelajaran serta pengabdian, sudah hampir punah. Maka, saya ingin, agar setidaknya diri saya sendiri dahulu, menjalankan kepedulian, penghargaan, pembelajaran serta pengabdian ini dan semoga banyak saudara-saudari saya lainnya yang berada di universitas yang maha dahsyat ini juga ikut sadar dan tersentak hatinya, bahwa mereka, adalah pemuda-pemudi harapan bangsa yang seharusnya siap untuk terus peduli dan menghargai masyarakatnya. Siap untuk belajar dan mengembangkan dirinya. Dan siap untuk mengabdi serta berkontribusi pada masyarakatnya.

Dan, juga, sebagai calon dokter, bagaimana mungkin saya tidak mempunyai kepedulian, peghargaan, pelayanan, pengabdian serta kontribusi ? oleh karena itu, menjadi anggota senat adalah salah satu cara utuk bisa menjadi figur 7 stars doctor.

Lalu, langkah apa yang harus saya lakukan ? Bergerak saat ini juga. Karena sungguh, manusia tercipta karena bergerak, dan untuk bergerak. Dimulai dengan peduli, pada apapun disekitar saya. Hargai tiap insan yang berbicara, sungguh semua orang sebenarnya memiliki keindahan tersendiri untuk berbicara dan untuk enak didengarkan, tinggal apakah kita memiliki cukup kemampuan dan kesabaran untuk mencari keindahan tersebut. Lalu, mulailah belajar, petiklah suatu pembelajaran dari apapun, siapapun, kapanpun dan dimanapun. Karena, hanya orang mati yang berhenti belajar. Dan, tetaplah berkembang menuju perkembangan yang lebih baik. Pada akhirnya, jangan pernah lelah untuk berkontribusi dan melayani.

Karena, Sungguh teman, pemimpin suatu kamu ialah mereka yang paling banyak memberikan pelayanan kepada kaumnya (Nabi Muhammad SAW).

Dan satu langkah paling konkrit dari seluruh perkataan saya, adalah, MULAI DARI SEKARANG juga. (Fajar Faisal Putra, 2010)

(foto waktu masih muda, haha)



Fajar Faisal Putra
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2010