Tak harus tampil dan terlihat untuk menggapai surga ilahi. Tak harus menjadi terkenal apalagi meniatkan untuk itu. Adalah soal analisa. Adalah soal berpikir matang-matang soal apa yang dibutuhkan, bagaimana kemampuan, dan apa kekurangan.
     Apa yang ada hingga sekarang ini; agama ini; dibangun oleh jutaan bahkan miliaran entitas yang tak dikenal namanya, jutaan badan yang terkubur tak bernisan, jutaan nama yang tak muat bahkan tak cukup untuk ditulis dalam buku sejarah, jutaan pribadi yang tak cukup jika bermakam di pusara pahlawan yang dipuja. Mereka fana di dunia. Mereka dilupa. Mereka tak dikenal massa. Tapi mereka kekal di sisi Allah SWT.

Ada yang berjuang demi puja puji manusia
Ada yang berjuang demi pundi-pundi harta
Ada yang berjuang demi kepuasan jiwa
Ada yang berjuang demi sanak keluarga
Ada yang berjuang karena pernah terluka


     Dalam papa ku, dalam bodohku, tapi rasanya mereka yang paling menarik ialah mereka yang berjuang karena Allah semata.
     Tak terbias. Tak tercemar. Tak tergoyah. Hanya untuk Allah semata.
Meski semua bersatu menjatuhkannya, badannya mungkin jatuh, tapi tidak hatinya.
Ia bak roda gigi mungil, namun vital. Menggerakkan roda zaman yang terputar indah dan tampil elok dari luar. Lenggak-lenggok menawan; bunyi tik tak tuk saat roda bergerak melaju; roda gigi atau roda, hanyalah soal takdir.
     Dan sejarah, tak kurang manisnya. Salah satu kisah berhikmah terbaik adalah soal Said bin Zaid. Adik ipar sekaligus sepupu Umar bin Khattab ini adalah salah satu dari 10 orang yang disebutkan Rasulullah telah dijamin masuk surga. Sembilan yang lainnya telah jelas amal-amalnya, keshalihannya, perjuangannya bahkan tersematkan julukan khusus pada mereka. Hanya saja, apa yang dilakukan Said bin Zaid yang karenanya ia mampu dipanggil bersama dengan Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Zubair, Abdurrahman bin Auf, dsb ? Bahkan tak lengkap catatan sejarah serta pengakuan sahabat soalnya. Tapi Allah tahu. Ada amalan-amalan luar biasa dari orang yang luar biasa juga yang cukup hanya untuk Allah saja.
     Ada yang menjadi batu bata, yang terlihat kokoh dari luar bangunan peradaban ini. Namun ada juga yang menjadi paku yang menyatukan pasak-pasak dan penguat kerangka bangunan ini. Ada yang jadi fondasi menghujam dalam dibawah tanah, mendasari bangunan kokoh tadi. Yang tersembunyi tapi amatlah penting juga. Soal peran, hanyalah soal takdir. Dan kerendahan hati.

Bandung, dua puluh satu agustus dua ribu lima belas.