Apa itu bahagia ?
Apa saat sudah tak ada lagi yang dihasratkan ? Namun kurasa itu soal kepuasan, bukan kebahagiaan.

Kebahagian hakiki adalah soal barakah. Jalan bisa mulus lagi penuh sejuknya semilir, jika tak lupa siapa pemberi nikmat, jika syukur yang dilakukan, insyaAllah bahagia.

Dan ingatlah tatkala rabbmu memaklumkan,”Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Aku akan menambah nikmat untuk kalian. Dan jika kalian mengingkari, maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih. QS Ibrahiim : 7

Kadang, jalan itu bisa berliku lagi mendaki, penuh bebatuan dan duri, jua gelap lagi dihuni kebuasan. Kadang jatuh, terperosok, terjerembab. Namun jika pelan-pelan, lantas sabar yang dilakukan, maka insyaAllah juga bisa bahagia.

Katakanlah (Muhammad),”Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman ! Bertakwalah kepada Tuhanmu.” Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas. Qs Az-Zumar : 10

Suatu saat seorang penuntut ilmu hendak ujian. Ia coba persiapkan segala bekal agar lulus dalam ujian ini, agar dapat sepenuh-penuhnya menjawab pertanyaan dari gurunya. Namun di tengah ujian itu, rupanya ada hal-hal yang harusnya ia ketahui namun khilaf dirapalkannya. Ada hal-hal yang esensial yang tidak dikajinya. Lantas ia tak mampu menjawab pertanyaan sang guru. Diakhir ujian, sang guru pun membantunya dengan lembut, membimbingnya untuk menemukan jawaban itu. Ia senang. Namun di akhir tahun ajaran, ternyata saat diumumkan, penuntut ilmu yang lain mendapat penghargaan atas usahanya yang baik, yang berbeda dari yang pertama, ia tak lupa lagi khilaf soal hal-hal esensial itu. Ia mampu menjawab pertanyaan sang guru dengan baik dan sang guru pun menghadiahinya penilaian tertinggi. Sang penuntut ilmu yang pertama tadi, timbul sedihnya, dan mungkin, timbul dengkinya.

Identitasnya, ialah penuntut ilmu. Orientasi dan tujuannya tercitra pada identitasnya. Maka harusnya penilaian tak membuatnya goyah, tak membuatnya tergoda. Menuntut ilmu itu tak hanya saat sebelum ujian, namun saat ujian, dan bahkan setelah ujian pun masih ada porsi kewajiban untuk terus menuntut ilmu. Bisa jadi penilaiannya tak sebaik yang lain, tapi pastikan ilmu itu tak lepas, tak hilang. Setelah tahu soal kesalahan, insyaAllah semakin dekat pada kebenaran. Ada limpahan ilmu pada saat belajar sebelum ujian, pada saat ujian, hingga selesai ujian. Semoga hati tak goyah pada hal-hal berupa penilaian, penghargaan, apalagi opini manusia.

Dan rupanya, begitulah yang kurasa soal ikhtiar. Soal berusaha. Niat kita baiknya hanya untuk Allah semata. Niat kita adalah soal keberkahan. Maka sebaik apapun niat, bukan jaminan soal hasil berikhtiar. Hasil adalah hakNya yang telah tertulis dalam lauhul mahfudz. Jauh sebelum nafas ini berhembus. Rasa suka ialah anugrah dariNya, maka jalan terbaik hanyalah menyalurkannya dalam cara-cara yang Ia ridhai. Berproses dengan hati-hati, menjaga hati, mendekatkan diri padaNya, merayuNya dengan do’a-do’a, yang bertarung dengan takdir di langit, kemudian yang tersisa hanyalah tawwakal. Jika benar, rupanya, memang rasa itu beresonansi dengan takdir, maka tak boleh meninggi, tak boleh lupa bahwa itu semua ialah kekuasaanNya nan maha tinggi. Bersyukurlah, agar melimpah barakah. Namun, namun ya rabb, jika ternyata belumlah seirama antara rasa dan takdir ilahi, maka bisa jadi ini adalah pelajaran soal tulus ikhlas. Bisa jadi, bisa jadi ini adalah pelajaran soal kesabaran. Bersabarlah, (juga) agar melimpah barakah.

Kita, harusnya, tak lupa soal tujuan semula. Keberkahan. Allah, Allah, dan Allah. Ibarat sang penuntut ilmu tak pernah boleh lupa soal tujuannya, yakni ilmu. Penilaian boleh jadi paling baik pun paling buruk, namun apapun yang terjadi, ilmu tetap harus direnggut. Maka soal rasa pun sama. Entah bagaimana rupanya rasa di hati ini mengejawantah, maka semoga kita tak lupa akan syukur dan sabar, agar barakah terpagut.

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. Qs Al Baqarah 216

Ketaatan itu, melebihi rasa suka pun benci.

Soal hati, gelisah itu wajar. Sedih juga manusiawi. Jika ia terus ada, maka jagalah ia agar tak menggoyahkan. Tak ada rasanya yang tak dapat sedih lagi goyah. Semua tak lepas darinya, percayalah. 

“Kau tahu, Irfan. Ayah dan Ummi telah berpuluh-puluh tahun lamanya hidup bersama. Tidak mudah ayah melupakan kebaikan Ummi. Itulah sebabnya bila datang ingatan Ayah terhadap Ummi, Ayah mengenangnya dengan bersenandung. Namun bila ingatan ayah terhadap Ummi itu muncul begitu kuat, Ayah segera mengambil air wudhu. Ayah shalat taubat dua rakaat. Kemudian Ayah mengaji. Ayah berupaya mengalihkannya dan memusatkan pikiran dan kecintaan Ayah semata-mata kepada Allah.” – Haji Abdul Malik Karim Amarullah (HAMKA)

 Dan tak lupa, banyak cara meraih barakah, banyak jalan menuju surganya Allah. InsyaAllah.

“Kedua orang tua itu adalah pintu surga yang paling tengah. Jika kalian mau memasukinya maka jagalah orang tua kalian. Jika kalian enggan memasukinya, silahkan sia-siakan orang tua kalian.” (HR. Tirmidzi, ia berkata: “hadits ini shahih”)

Suatu hari, ‘Abdullah Bin Mas’ud bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling utama?” Rasulullah menjawab, “Shalat tepat pada waktunya.” Kemudian ia kembali bertanya, “Lalu apa lagi?” Rasulullah menjawab, “Berbakti kepada orang tua.” Kemudian ia kembali bertanya, “Lalu apa lagi?” Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam menjawab, “Berjihad di jalan Allah.”. (Muttafaq ‘Alaih)

Selamat hari ibu, untuk semua ibu-ibu di dunia, umumnya, dan khususnya, hanya untukmu, ibu.


Bandung, dua puluh tiga Desember dua ribu lima belas







Nb. Catatan ini, beserta catatan-catatan yang lain, ditulis dengan niat agar menjadi pengingat lagi penenang hati penulis. Pun ada kiranya yang dapat diambil, Alhamdulillah. Pun ternyata penulis yang banyak cela lagi hina ini khilaf, insyaAllah dua telinganya siap mendengarkan.