Setelah beberapa waktu di eFKa Unpad, realita membuka mata saya, merangsang setiap indra di tubuh saya dan menuntut saya dengan pertanyaan. Ada yang salah. Ada yang perlu diperbaiki dari hidup ini. Ada yang perlu diperbaiki dari kesehatan Indonesia khususnya, dan dari kehidupan negeri Indonesia tercinta ini umumnya.
Ditulis dalam sebuah essay yang saya tujukan untuk menembus seleksi FIMA camp 2012. FIMA = Federation of Islamic Medical Association. Ini adalah endapan pikiran selama berbulan-bulan dekat dengan profesi kedokteran melalui apa yang saya lihat pada dokter-dokter Indonesia saat ini. Ini adalah refleksi setelah melanglang buana mencari asa di berbagai organisasi Mahasiswa Indonesia dan FK Unpad. Meski telah hampir 20 tahun hidup di sisi 2 orang dokter hebat, tapi 2 tahun di FK Unpad lebih menjelaskan semuanya. Semoga Bermanfaat.
Menjadi
Dokter : Sebuah Trinitas Mimpi
Dokter adalah profesi yang
istimewa dan mulia. Dokter hari ini adalah profesi dengan peminat yang banyak
di Indonesia. Peminat fakultas kedokteran Universitas Gajah Mada misalnya, pada
tahun 2011 diminati oleh 21.000 orang. Sama halnya dengan fakultas kedokteran
Universitas Padjadjaran, yang menjadi pilihan tertinggi peserta SNMPTN tahun
2011 di Bandung, yakni sebanyak 3.726 peserta memilihnya.
Ada beragam alasan untuk menjadi
dokter. Kesejahteraan Finansial dan sosial adalah alasan yang tak dapat
dipungkiri menyebabkan banjirnya peminat dokter. Bukan hanya karena minat
pelajar itu sendiri, bahkan orang tua terkadang memaksakan anaknya untuk
menjadi dokter. Mahalnya tarif dokter yang liberal makin menguatkan terjadinya
kesalahan paradigma dokter di mata masyarakat. Tarif dokter memang merupakan
hak perogratif dokter yang bersangkutan.
Dalam pandangan mayoritas
masyarakat, dokter adalah mereka yang bertanya, memeriksa, memberi obat,
merujuk, melakukan tindakan seperti pembedahan dan mereka dengan bayaran mahal.
Tentu, siapapun akan melakukan apapun untuk kesembuhan. Karir klinisi memang
merupakan karir dokter yang paling dekat dan terlihat oleh masyarakat. Karir
klinisi merupakan tujuan mayoritas mahasiswa kedokteran di seluruh Indonesia.
Klinisi memang sebuah karir dengan banyak manfaat. dr. Westby G. Fisher, MD,
FACC dari University of Chicago's
Pritzker School of Medicine menyebutkan bahwa dengan menjadi klinisi kita
dapat mendapatkan penghasilan, penghormatan, pengaruh, kepercayaan dan yang
paling penting kita dapat melakukan usaha penyembuhan pada satu orang dihadapan
kita. Ya, klinisi adalah kerja satu orang dalam satu waktu.
Namun, klinisi bukanlah
satu-satunya jenjang karir dalam profesi kedokteran.
Mimpi #1, Seorang Abdi Masyarakat
Pengobatan yang dilakukan oleh
klinisi disebut juga dengan pengobatan kuratif. Namun pengobatan kuratif
sebenarnya hanya berlaku pada 10-15% penduduk di Indonesia. Sedang
pembiayaannya menghabiskan hampir keseluruhan dana kesehatan dari APBN, yakni
3%. Sedang pengobatan yang holistik mencakupi 85 hingga 90% penduduk Indonesia
adalah pengobatan preventif dan promotif.
Pengobatan yang berfokus pada
pencegahan agar jangan sampai terjadi penyakit dan promosi agar hidup lebih
sehat merupakan konsumsi masyarakat intelek. Pengobatan preventif dan promotif
adalah pengobatan yang sangat bergantung pada objek pengobatan, karena gaya
hidup sangat berpengaruh. Inilah tantangan terbesar dalam pengobatan preventif
dan promotif. Kesalahan yang sepele dapat menjadi berbahaya saat dilakukan
masal atau berdampak masal. Namun penyuluhan serta segala usaha pencerdasan
saat ini masihlah belum kuat dan mengikat. Rokok yang jelas-jelas berbahaya
masih dianggap sebuah kelaziman. Bahkan profesional kesehatan sendiri masih ada
yang merokok.
Sebatang rokok yang dihisap oleh
seorang perokok adalah masalah masyarakat yang berada disekitar perokok. Namun
masyarakat tersebut memilih diam dan acuh, kemungkinan karena memang belum
paham tentang bahayanya atau memang merasa belum memiliki gangguan yang dapat
dirasa.
Maka dari itu, dibutuhkan sebuah
pemikiran-pemikiran segar nun kreatif dalam hal pencerdasan untuk memahamkan
pada masyarakat. Pencerdasan bergantung pada relevansi materi yang diberikan
serta bisakah materi tersebut dengan mudah langsung diaplikasikan sendiri (Yvonne
Young 1994).
Pengobatan Prevetif adalah masa
depan kedokteran Indonesia. Undang-undang Sistem jaminan sosial nasional yang
telah disahkan akan mengindikasikan beberapa opsi kemungkinan metode. Salah
satunya adalah metode Dokter keluarga dan Kapitasi. Metode Kapitasi merupakan
metode pelayanan kesehatan yang upahnya dibayarkan dahulu sesuai satuan unit
biaya kesehatan per orang pada seorang dokter pada populasi tertentu. Misal,
seorang dokter ditunjuk menangani 2500 orang. Misalkan dalam sebulan seorang
diakatakan memiliki satuan biaya kesehatan sebesar Rp 50.000 rupiah. Maka,
dokter di awal bulan akan menerima upah sebesar Rp 50.000 x 2500 orang, yaitu
Rp 125.000.000. Dalam bulan itu, berapapun pasien yang datang serta berapapun
biayanya, pasien tidak akan membayar sepeser pun pada dokter. Untuk dokter yang
ingin agar uang Rp 125 juta tersebut tidak berkurang banyak, maka ia harus
berpikir bagaimana caranya agar tidak ada masyarakat yang sakit. Jawabanya
adalah pengobatan preventif dan promotif.
Sistem ini diawali dengan
regulasi. Sebuah undang-undang, peraturan yang holistik, mencakup seluruh
rakyat Indonesia, dan mengakar. Jelaslah begitu besar peranan sebuah regulasi
dalam kemaslahatan umat. Undang-undang kesehatan masyarakat adalah sebuah
kekuatan dan kewajiban yang legal yang memastikan atau menjamin penduduk untuk
tetap sehat, yang dengan undang-undang ini kita dapat menentukan nasib
kesehatan penduduk Indonesia hingga bertahun-tahun lamanya. Regulasi, di negara
kita ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Jadi, jelaslah dalam penentuan
kesehatan 100% penduduk Indonesia, dibutuhkan juga suara dokter yang jelas
paham dan sadar dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, karena dokterlah yang
menghadapi masyarakat secara langsung.
Dalam pencapaian misi untuk
menjadi abdi masyarakat, jelaslah begitu luas karir profesional kedokteran yang
bisa ditempuh. Untuk menangani 80% kesehatan penduduk Indonesia, dibutuhkan
seorang Pekerja Kesehatan Masyarakat, yang berjuang vertikal kebawah
mencerdaskan masyarakat dan beriorientasi pada kemaslahatan umat. Namun, untuk
kesehatan 100% penduduk Indonesia, dibutuhkan seorang politisi kesehatan yang
bersih dan juga berorientasi akan masyarakat. Sebuah karir yang berjuang
vertikal ke atas memperjuangkan regulasi dalam rimba politik. Dan untuk
mendakwahkan segala hal yang rumit ini, membahasakannya dengan bahasa yang
dimengerti masyarakat, mencerdaskan masyarakat agar tidak tertinggal informasi
dan dapat terus paham akan nasibnya, dibutuhkan seorang jurnalis kesehatan yang
netral maupun cerdas. Berani dan tegas mengupas setiap tindakan dan kebijakan.
Sebuah profesi pengawas yang dapat mengarahkan persepsi 234,7 juta rakyat
Indonesia. Sebuah profesi yang juga rimba politik, ramai dengan tunggangan
ambisi-ambisi tidak bertanggung jawab sebagian manusia.
Mimpi #2, Seorang Peneliti
Penelitian saat ini menjadi
konsumsi sebagian kecil cendekia kampus. Persentuhan nasib dengan penelitian
hari ini sebagian besar hanya saat keperluan tugas akhir sebuah gelar. Sungguh
sangat disayangkan, padahal penelitian adalah salah satu lahan terbaik
memperbaiki kesehatan. Apabila cakupan seorang pekerja kesehatan masyarakat
terfokus pada sebuah negara, tetapi peneliti dengan karyanya dapat mempengaruhi
seisi dunia.
Dari seluruh oat-obatan yang
diproduksi di dunia saat ini, 25% nya merupakan obat-obatan imunomodulator.
Penyakit-penyakit yang ada saat ini dapat mempengaruhi sistem imun tubuh kita,
menyebabkan terjadinya gangguan dalam keseimbangan sistem imun. Sistem imun
yang mencakup hampir seluruh penyakit yang ada menjadi prospek yang baik bagi
industri obat dan peneliti imunomodulator. Namun, sadarkah kita dengan maksud
sebenarnya dari realita ini ? dengan banyaknya tercipta inovasi dan karya dalam
imunomodulator, berarti saat ini pengobatan terfokus pada hal bagaimana sistem imun
tubuh jangan turun atau jangan naik bukannya terfokus bagaimana penyebab sistem
imun terganggu ini dapat dihilangkan. Buktinya apa ? hingga saat ini,
pengobatan untuk penyebab autoimunitas belum ditemukan sama sekali. Yang ada
hanya menghambat penyakit dan menambah sedikit waktu atau usia manusia.
Benarkah obat-obatan yang seperti
ini adalah batas dari kemampuan manusia ? Kita tidak akan tahu jawabannya jika
kita tidak mencarinya. Adapun pencarian itu tidak lain dan tidak bukan melalui
penelitian.
Indonesia, adalah negara kaya
dalam banyak hal. Indonesia melimpah sumber daya alamnya, sangat beragam flora
dan faunanya, serta begitu kaya tradisi dan kebudayaannya. Banyak potensi yang
tersimpan pada kekayaan itu. Di dunia terdapat 40 ribu spesies tanaman, dan
sekitar 30 ribu spesies berada di Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak
9.600 di antaranya terbukti memiliki khasiat sebagai obat. Bahkan, sekitar 400
spesies dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Kecendrungan pemakaian obat
tradisional saat ini meningkat, namun masih terdapat banyak stigma dan keraguan
akan obat herbal. Salah satu alasannya ialah belum adanya uji klinis yang
membuktikan efektifitas khasiat dan keamanan penggunaan obat tradisional
tersebut. Realita yang merupakan sebuah
panggilan untuk cendekia-cendekia Indonesia agar dapat meneliti dan berbakti
untuk negeri.
Indonesia, selain kaya akan
potensi ternyata juga kaya akan masalah. Besarnya jumlah penduduk Indonesia
dapat melipatgandakan dampak sebuah masalah kesehatan yang terjadi. Saat ini
Indonesia menempati peringkat 5 dalam masalah TBC di dunia, peringkat 2 dalam
masalah kebutaan, hanya kalah dengan Ethiopia yang berada di peringkat 1 dan
banyak prestasi-prestasi buruk lainnya. Ditambah dengan keterbatasan fasilitas
dan infrastruktur yang ada di Indonesia, masalah ini adalah sebuah tantangan
untuk solusi kreatif dan inovatif bagi cendekia-cendekia indonesia.
Masalah-masalah yang ada menjadi sebuah panggilan untuk solusi yang kreatiif,
realistis dan teruji secara ilmiah. Tidak lain tidak bukan, adalah penelitian.
Namun, kadang profesi peneliti
dipandang tidak memberikan jaminan kesejahteraan yang baik. Data WHO
menyebutkan, sebanyak empat miliar orang penduduk dunia menggunakan herbal. Sedang
jumlah penduduk dunia pada tahun 2011 menurut PBB sebanyak 7 miliar jiwa. Di
Amerika bisnis herbal tumbuh 35 persen per tahun (1988 -1997). Di Eropa pasar
herbal saat ini bernilai 7,4 miliar dolar. Dan, di Eropa herbal telah
diklasifikasikan sebagai `obat.' Masuk urutan nomor dua setelah Brasil,
Indonesia memiliki 40 ribu spesies tanaman. Sebanyak 7.500 di antaranya adalah
tanaman berkhasiat, 1.845 spesies telah Diinventarisasi, 940 spesies telah
teridentifikasi, dan 283 spesies terdaftar di BPOM sebagai bahan jamu. Ini
memang hanya di Indonesia dan hanya pada bidang obat-obatan tradisional. Masih
begitu besar potensi yang dapat diraih dalam bidang yang berkembang sangat
cepat seperti bidang molekuler dan biokimia.
Menjadi peneliti, dengan segala
usaha yang dilakukan sesungguhnya adalah bentuk ibadah pada Allah SWT. Hasil
penelitian akan dapat bertahan dan ada kemungkinan akan digunakan banyak orang
bahkan seluruh manusia di dunia. Kebaikan dan manfaat yang kita dapatkan dari
penelitian dapat menjadi amal jariyah yang pahalnya kan terus mengalir meski
kita telah tiada. Penelitian sungguh merupakan investasi akhirat sembari
memperbaiki dunia dengan kebermanfaatan. Penelitian adalah dakwah pada
kebaikan.
Mimpi #3, Seorang Klinisi
Memang, seorang pekerja kesehatan
masyarakat dapat menyelamatkan jutaan hingga miliaran manusia. Seorang politisi
dapat memperbaiki suatu negara. Dan seorang peneliti dapat mempengaruhi dunia.
Namun dokter macam apa yang tidak dapat menyelamatkan seorang manusia
dihadapannya ?
Klinisi adalah unsur penting
dalam kesehatan. Klinisi adalah mereka yang paling dekat dengan pasien. Klinisi
adalah mereka yang menghadapi keluarga. Klinisi adalah mereka yang melihat air
mata, mereka yang melihat syukur dan lega serta melihat canda dan tawa.
Jujur, klinisi adalah sebuah
pekerjaan yang sulit dipelajari dan dilakukan. Tren yang berkembang di negara
maju seperti Amerika adalah pengurangan minat terhadap klinisi. Asosiasi Medis
Amerika mencatat terjadi penurunan dari 90.000 hingga 200.000 klinisi di
Amerika. Dalam publikasi yang berjudul Will
the Last Physician in America Please Turn Off the Lights: A Look at America's
Looming Doctor disebutkan bahwa lama dan mahalnya pendidikan kedokteran,
ancaman malpraktik dan besarnya biaya yang harus dibayarkan jika terbukti
bersalah, rendahnya jaminan pengembalian biaya dan saat penduduk negara telah
memiliki jaminan kesehatan, maka semakin mengurangi pemasukan dokter dari
praktik sendiri.
Kelangkaan klinisi sungguh
berbahaya bagi sebuah negara. Terlebih untuk negara yang jumlah dokternya kurang
dan belum merata seperti Indonesia. Indonesia saat ini memiliki 40 ribu orang
dokter dari 70 ribu orang yang dibutuhkan. Dengan jumlah yang ada, 1 orang
dokter Indonesia menangani sekitar 3400 orang penduduk. Namun karena penyebaran
dokter tidak merata, maka ada kemungkinan lebih besar.
Dokter yang ada saat ini
mayoritas tidak ingin mengabdi ke daerah terpencil dan sangat terpencil.
Semenjak dihapuskannya Wajib Kerja Sarjana karena alasan hak asasi manusia,
jumlah dokter di daerah saat ini semakin menurun. Untuk dokter yang mendaftar
menjadi pegawai tidak tetap pada tahun 2011 hanya 3.782 orang. Saat ini, 25%
puskesmas di Indonesia tidak memiliki dokter dan banyak rumah sakit di luar
Jawa yang tidak memiliki spesialis.
Paradigma yang salah akan rezeki
menjadi salah satu penyebab. Mayoritas berpendapat rezeki bertumpuk pada
perkotaan yang mewah dan penuh fasilitas. Namun hal tersebut tidaklah
sepenuhnya benar. Logikanya, saat menjadi dokter di daerah, seorang dokter akan
khusus karena ia mungkin satu-satunya tujuan berobat. Terlebih saat telah
menjadi spesialis, ia akan menjadi pilihan utama dan dengan sedikit kesabaran,
pasien akan terus berdatangan. Dan karena saat ini permasalahan tenaga kerja
dokter diambil alih oleh Pemda, maka Pemda biasanya mengiming-imingi dengan
fasilitas yang berbeda dengan di kota besar seperti rumah, kendaraan, dan
insentif.
Terakhir, untuk para pejuang
kesehatan Indonesia : “gaji boleh dari pemerintah, tapi rezeki tetap dari
Allah” – dr Nurmatani Sp.PK
Sepenuh Cinta,
Fajar Faisal Putra
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2010
Refferensi
http://www.inilah.com/read/detail/1562202/program-studi-unggulan-masih-diburu-peserta-snmptn
http://kampus.okezone.com/read/2011/12/19/373/544150/kedokteran-dan-keguruan-jadi-incaran
http://drwes.blogspot.com/2010/05/top-ten-reasons-to-be-doctor.html
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12286466
WHO
http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/10/09/22/135722-ini-lho-potensi-obat-herbal-di-indonesia
http://www.voaindonesia.com/content/pbb-jumlah-penduduk-dunia-7-miliar-jiwa-132664883/99980.html
Buku : Public Health Law: Power.
Duty. Restraint. Lawrence O. Gostin
http://www.forbes.com/2008/05/05/physicians-training-prospects-lead-careers-cx_tw_0505doctors.html
http://metrotvnews.com/metromain/news/2011/06/15/54767/Indonesia-Kekurangan-Banyak-Dokter
http://health.kompas.com/read/2012/01/07/06551688/Jumlah.Dokter.Cukup.Sebaran.Tak.Merata